by Tarmidzi Yusuf
Pengamat Politik dan Sosial
Vaksinasi menjadi bahan perdebatan akhir-akhir ini. Pro kontra di masyarakat. Baik yang pro maupun yang kontra, vaksin harus dicoba dulu ke Presiden, Wakil Presiden dan pejabat tinggi negara lainnya. Asal, benar-benar vaksin yang sama disuntikkan ke warga. Bukan vaksin-vaksinan. Wajar rakyat curiga. Sudah terlalu banyak dusta diantara kita.
Tak hanya itu, uji klinis vaksin benar-benar terbukti aman. Menurut siapa? Menurut orang yang berkompeten dan terbebas dari pengaruh kekuasaan dan politik. Jangan ada rekayasa uji klinis. Apalagi hanya sekedar memenuhi keinginan negara produsen dan importir vaksin.
Vaksin juga harus dinyatakan halal oleh MUI bukan oleh lembaga atau perusahaan lain. Sertifikasi halal sebagai hal mutlak sebelum disuntikkan ke warga.
Tidak bisa hanya berdasarkan ‘darurat’ dengan menabrak halal haram lantas warga ‘dipaksa’ harus di vaksin. Kenapa? Covid-19 dan vaksin terlalu sarat muatan politis, konspirasi politik dan bisnis. Covid-19, vaksin dan swab test telah menjadi tunggangan politik dan ekonomi bagi rezim yang berkuasa.
Dalam agama saja tidak ada paksaan. _La ikraha fid-din, qat tabayyanar-rusydu minal-gayy._ Artinya, Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. al-Baqarah: 256)
Agama menyangkut surga dan neraka seseorang tidak ada paksaan. Apalagi vaksin yang tidak berdampak apapun bagi surga dan neraka seseorang.
Logikanya dimana bila ada warga menolak vaksin covid-19 bisa dipidana atau didenda? Warga negara bisa menolak apalagi kehalalannya belum teruji. Pasal 29 UUD 1945 menjamin keyakinan dan agama setiap warga negara termasuk kehalalan vaksin covid-19.
23 Jumadil Awwal 1442/7 Desember 2020