M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.(foto ajiesukma/JakSat)

By M Rizal Fadillah

MUSLIM palsu adalah yang mengaku muslim tetapi tidak berjender Islam. Manusia yang tak jelas celupan warnanya. Dia laki-laki tetapi berlenggak lenggok perempuan atau perempuan berotot dan melotot seperti laki-laki. Muslim palsu bukan yang dikehendaki Allah dan Rosul-Nya. Ambivalen karakternya. Muslim yang tidak meyakini syari’at Islam.

Benar penilaian hakiki ada pada Allah SWT akan tetapi sesama insan tentu dapat menilai juga berdasarkan kriteria yang ada dalam Al Qur’an atau Sunnah. Tipe apakah sebenarnya dia. Ketika Al Qur’an sebagai ‘furqon’ membagi kelompok manusia kepada mu’min, kafir, dan munafik, maka parameter untuk menentukan kategori insan tersebut menjadi sangat jelas. Ayat menerangkan ciri untuk masing-masingnya.

Mu’min adalah mereka yang berkeyakinan dan menjalankan penuh keutuhan ajaran baik akidah, sya’riah, maupun akhlakul karimah. Kafir, di samping jelas di luar beragama Islam, juga muslim yang menentang akidah, syari’ah dan akhlak nubuwah. Munafik adalah beragama Islam formal, mengklaim beriman, akan tetapi ragu terhadap kebenaran Islam. Menginterpretasi Islam sesuai dengan hawa nafsu dan fikiran sendiri. Tanpa basis dalil atau ketentuan.

Sholat dan puasa adalah syari’at, begitu juga dengan zakat dan haji. Cara nikah, membagi waris, atau berwakaf dan berekonomi tanpa bunga adalah syari’at pula. Lebih jauh syari’at mengatur soal larangan LGBT, makan babi, serta aturan pidana baik yang “qath’i” (pasti) maupun “maqasid as syari’ah” (maknawi). Syari’at memiliki keluasan penerapan. Tidak menjalankan apalagi meragukan syari’at sebagai hukum Allah dapat dikualifikasikan sebagai kafir atau zalim (Al Maidah 44-45).

Deklarasi Ade Armando cukup menarik. Dengan alasan kebebasan berpendapat ia menyatakan mengaku muslim tetapi tidak yakin syari’at itu wajib bagi muslim. Syari’at dalam Al Qur’an hanya berlaku untuk waktu lalu. Soal kebebasan berpendapat ya oke oke saja, cuma menyatakan syari’at tidak wajib bagi muslim adalah keliru dan dapat menyinggung keyakinan.

Di sisi lain keyakinan Ade tentu membuka peluang pada orang lain juga untuk boleh dan bebas menilai Ade Armando.
Boleh juga berpendapat atau bertanya Ade Armando itu muslim bukan ? Atau boleh juga jika orang berpendapat dan menyatakan bahwa Ade Armando adalah muslim palsu.

Jika tak suka pada pandangan atau penilaian demikian, cepat luruskan pemahaman syari’at untuk keyakinannya itu. Syari’at itu wajib bagi muslim, bahwa implementasi beragam itu persoalan lain. Jika tak yakin bahwa syari’at itu wajib, lalu buat apa Ade Armando sholat ?

Atau mungkin benar apa yang disebut Nabi dengan “alladziina yusholuuna walaa yusholuun” Mereka yang sholat tetapi sebenarnya tidak sholat. Atau memang Ade juga ragu bahwa sholat itu adalah syari’at dan hanya berlaku dahulu di zaman Nabi saja ?

Jika Ade Armando paham akan tata hukum Indonesia, syari’at Islam itu sebenarnya sebagian sudah menjadi hukum positif, karenanya sebagai akademisi ia tak patut mempermasalahkan syari’at Islam dalam konteks keyakinan umat Islam. Penegakkan syari’ah bukan hal tabu atau terlarang sepanjang pertanggungjawaban akademik, filosofis dan sosiologis dapat diterima.

Nah Ade Armando yang selalu nyinyir kepada umat Islam perlu diingatkan bahwa muslim itu tidak cukup hanya percaya pada Allah dan Rosul-Nya, tetapi harus menjalankan apa yang disyari’atkan oleh Allah dan Rosul-Nya itu. Bagi muslim yang menolak syari’at hanya dua kemungkinan yaitu kafir atau munafik.

Mengerikan dan menyedihkan. Selain itu yang biasa jadi corong Ade Armando adalah Cokro TV yang kerjanya lebih banyak memojokkan Islam dan umat Islam, karenanya wajar jika umat Islam beranggapan bahwa Cokro TV itu sama saja dengan kerja Cokrobirowo. Pasukan Cakra.

*) Analis Politik dan Keagamaan.

Bandung, 31 Oktober 2021