Dr Paulus Januar S., drg, MS, CMC (Biro Hukum dan Kerjasama PB PDGI & Ketua Badan Kehormatan Etik Mediator dan Legislasi PKMBI (Perkumpulan Konsultan Mediasi Bersertifikat Indonesia). FOTO : indah-jaksat

Paulus: Kita Seluruh Tenaga Kesehatan Harus Cermat Untuk Tolak RUU Kesehatan OBL

JAKARTASATU.COM — Gagasan kuat dari Dr Paulus Januar S., drg, MS, CMC (Biro Hukum dan Kerjasama PB PDGI & Ketua Badan Kehormatan Etik Mediator dan Legislasi PKMBI (Perkumpulan Konsultan Mediasi Bersertifikat Indonesia) mengenai #TolakRUUKesehatanOBL, Senin (08/05/2023).

Sejumlah tenaga kesehatan Indonesia mengadakan aksi penolakan RUU Kesehatan Omnibuslaw (OBL). Aksi ini mendesak untuk dihentikanny pembahasan RUU yang bermasalah.

“Sebenarnya, sudah melakukan upaya dialogis. Namun tidak memberikan hasil, malah terdapat kecenderungan pembungkaman terhadap mereka yang selama ini dipandang bersikap kritis. Keprihatinan tersebut ada banyak hal,” tutur Dr Paulus, saat diwawancarai oleh jurnalis jakartasatu.com

Menurut beliau, beberapa hal yang memprihatinkan adalah adanya ketentuan mengenai anggaran kesehatan yang pada UU No 36/2009 tentang kesehatan adalah minimal 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada RUU Kesehatan akan ditiadakan.

Tak hanya itu, Paulus mengatakan bahwa nantinya BPJS Kesehatan yang selama ini merupakan badan otonom dibawah presiden akan menjadi dibawah Menteri Kesehatan serta rencana sentralisasi dan dominasi Kementerian Kesehatan terhadap pengelolaan kesehatan.

“Selain itu, peraturan UU yang berlaku sekarang ini tidak melindungi kriminalisasi terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan. RUU Kesehatan tetap belum memberikan perlindungan yang memadai sehingga tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat semena-mena dituntut pidana oleh pasien,” tambahnya.

Paulus memberikan arahan untuk masyarakat agar mengetahui adanya pelonggran ketentuan tentang tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing. Serta juga ketentuan yang memudahkan rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis yang dipandang mengabaikan penjaminan mutu. Ini sangat nyata, dapat menghadirkan dokter yang sub standar. Bila hal tersebut terjadi, maka bukan saja kalangan profesi kesehatan yang dirugikan. Tetapi, akan merugikan masyarakat, terutama siswa-siswa yang sedang menempuh pendidikan, masa depannya terancam karena bisa jadi tidak dapat pekerjaan, digantikan oleh warga negara asing.

(INJ/CR JAKSAT).