Inersia Perubahan: Sebuah Pendekatan untuk Memahami Perubahan Preferensi Politik para Pemilih.
Oleh Hasanuddin
Bagi para ahli pisika tentu tidak lazim lagi dengan Hukum inersia yang diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton.
Newton menyatakan bahwa “benda akan tetap diam atau bergerak dalam keadaan konstan jika tidak dipengaruhi gaya luar”. Dengan demikian suatu benda memiliki kecenderungan untuk tetap diam mempertahankan posisinya, dan baru akan bergerak bilamana ada pihak luar yang memberikan pengaruh.
Dengan tanpa berpanjang kata, kita bisa menyimpulkan suatu tesis bahwa temuan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) bahwa ada intervensi pihak luar yang mempengaruhi lahirnya putusan Nomor 90 itu, memang benar adanya. Namun, kami tidak akan membahasnya panjang-panjang pada catatan ini, karena ulasan tentang itu telah di bahas secara luas oleh hasil investigasi Majalah Tempo.
Kita kembali kepada hukum inersia Newton diatas. Dikatakan bahwa ada kecenderungan suatu benda untuk menolak perubahan, dan kecenderungan inilah yang disebut inersia.
Kita akan fokuskan pembicaraan pada faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pemilih dalam menentukan pilihan pada pilpres 2024.
Perlu kami sampaikan bahwa kami termasuk diantara pihak-pihak yang tidak percaya dengan kejujuran para tukang survey yang secara intens melakukan survey pemilih tanpa kehendak yang baik untuk melakukan keterbukaan informasi publik tentang siapa yang membiayai mereka. Dan juga karena, pada umumnya surveyor ‘ternama’ juga bekerja sambilan sebagai “konsultan” untuk capres tertentu.
Karena itu catatan tentang “inersia perubahan” ini kami sajikan dengan pendekatan berbeda, bukan secara kualitatif namun lebih kepada sisi kualitatif dengan corak yang lebih spesifik kepada pendekatan psikologi massa.
Meskipun benda itu cenderung diam, namun Newton tidak menampik bahwa benda akan bergerak bilamana ada pengaruh luar.
Pengaruh dari luar ini dalam politik, tentu saja bisa bermacam-macam. Antara lain karena misalnya faktor preferensi seseorang terhadap tokoh tertentu yang dikaguminya. Misalnya seseorang yang taat beragama, cenderung menentukan pilihannya kepada figur yang di sarankan atau di anjurkan dan atau diperkenalkan oleh Tokoh Agama yang selama ini memberi pengaruh dalam kehidupan keagamaannya.
Pada sisi ini, maka peran serta tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat menjadi penting.
Dan sebagainnya yang disampaikan oleh Newton selanjutnya dalam hukum inersia itu, bahwa makin besar jarak benda pada poros putarnya, maka akan makin besar momen inersianya dan makin sulit mengubah kecepatan sudut pergerakannya.
Ini berarti faktor kedekatan seseorang dengan tokoh tertentu memberi pengaruh yang besar. Seperti misalnya pengaruh seorang Kiyai kepada santrinya, pengaruh seorang pendeta kepada jemaatnya dan seterusnya.
Sebab itu, tidak berlebihan jika misalnya para capres itu berlomba mengunjungi para tokoh-tokoh masyarakat untuk memperoleh dukungan.
Tentu saja tidak mudah meraih dukungan para tokoh ini. Karena seperti telah disampaikan diatas, bahwa suatu benda cenderung untuk diam, kecuali ada pengaruh dari luar. Artinya untuk dapat mengubah Preferensi para tokoh itu, mesti-lah para Capres itu memiliki kemampuan dalam mempengaruhi para tokoh tersebut. Disinilah terkadang berlaku pepatah: “diatas langit, masih ada langit”.
Sehingga tidak semua capres yang menemui tokoh tertentu, dengan serta merta dapat mengubah pendirian tokoh yang di temuinya.
Jika kita amati perkembangan Pilpres mutakhir, nampak bahwa distribusi para tokoh terhadap capres tertentu telah tejadi. Para Kiyai misalnya pada umumnya (lebih banyak) memberikan dukungan kepada pasangan nomor urut 1 Anies R. Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN). Dan itulah penjelasan singkat, sederhana kenapa elektabilitas pasangan ini relatif meningkat pasca keduanya berpasangan. Karena masuknya Cak Imin, menarik atau memberi pengaruh kepada Keluarga Besar Nahdlatul ulama untuk memberikan dukungan. Sebaliknya kita liat, elektabilitas Prabowo justru jatuh, turun pasca berpasangan dengan Gibran, karena tentu kita telah ketahui bahwa tidak mudah sosok seperti Gibran itu memberi pengaruh kepada para tokoh agama atau masyarakat. Dan bisa jadi karena itu, perhatian kubu Prabowo lebih tertuju kepada “pemanfaatan” kekuasaan dari bapaknya Gibran untuk mendulang dukungan. Sayangnya, tingkat ketidaksukaan publik terhadap politik dinasty itu tinggi, dan oleh sebab itu pengaruhnya jadi lemah.
Hukum inersia dari Newton ini sekaligus menjelaskan bagaimana peluang keterpilihan AMIN lebih baik daripada peluang keterpilihan Prabowo dan atau Ganjar. Keduanya adalah incumbent (dalam pemerintahan) dan sebab itu keduanya di baca publik sebagai mengalami “inersia perubahan”.
Wal hasil, kita bisa mengajukan hipotesis bahwa pasangan AMIN dapat memenangkan pilpres karena momen inersia yang lebih berpihak kepada pasangan ini.