Pemberitahuan Berupa Plang Oleh Satreskrim Polres Depok di areal kawasan Yayasan Nurul Huda (Foto/Bahaudin Marcopolo)

Jakartasatu.com – Kemudian ahli waris menghubungi seorang pegawai lepas kelurahan Pasir Gunung Selatan bernama Usman Sarbini. Usman menyanggupi hal tersebut dengan catatan ahli waris harus menyerahkan girik asli. Selanjutnya Girik asli pun dipinjamkan ahli waris kepada Usman Sarbini.

Namun demikian ahli waris kaget bukan kepalang sebab girik asli yang dipinjamkan kepada Usman Sarbini sudah penuh coretan dan lahan seluas 800 meter persegi sudah dijual kepada Yayasan Nurul Huda. Sebaliknya ahli waris hanya menerima sisa lahan seluas 470 meter persegi.

“Karena ada kejanggalan maka ahli waris mencoba melakukan berbagai upaya untuk meluruskan hal tersebut,”kata Jantarda yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) dalam keterangannya di Jakarta Jumat 19 Agustus 2016.

Beberapa upaya yang dilakukan adalah dengan menyurati Yayasan Nurul Huda untuk meminta penjelasan kemudian mendatangi kantor Kelurahan Pasir Gunung Selatan dan bertanya dasar pencoretan dan jual beli tersebut kemudian Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cimanggis untuk bertanya apakah ada akta ikrar wakaf hingga kantor pajak kota depok.

Dari hasil penelurusan tersebut kantor KUA Kecamatan Cimanggis mengeluarkan surat No. D. 14-16/KUA. 10.22.02/BA. 02.3/04 yang ditandatangani Kepala KUA Drs Yayat Ruhiyat bahwa tidak ada akta ikrar wakaf tanah seluas 200 meter dari ahli waris Saman bin Ni’ih kepada Pihak Yayasan Nurul Huda, sebagiamana diklaim Yayasan Nurul Huda.

“Memang pernah dilakukan jalan mediasi dan musyawarah pada tanggal 19 Mei 2016 antara pihak Yayasan, ahli waris Saman bin Miih yang dihadiri Ketua lingkungan setempat, Babinsa Polsek Cimanggis. Namun tidak ada jalan keluar,” sambung Jantarda.

Di tepi lain Kuasa Hukum Yayasan Nurul Huda Mintarno menjelaskan bahwa pihak Yayasan Nurul Huda sudah memiliki sertifikat tanah yang kini tengah disengketakan dengan ahli waris.

“Sudah ada sertifikatnya yang terbit di tahun 1989 dengan luasa tanah 3.245 meter persegi,” katanya dihubungi terpisah Jumat 19 Agustus 2016.

Mintarno melanjutkan sertifikat yang dimiliki yayasan seluas 3.245 itu meliputi 800 meter persegi tanah yang kini tengah menjadi objek sengketa. Mintarno melanjutkan bahwa ahli waris Saman bin Miih juga sudah menerima uang pembelian tanah seluas kurang lebih 300 meter yang kini tengah disengketakan.

“Saya baca somasi yang dikirim mereka sebanyak 4 kali. Dan dalam somasi itu mereka mengakui sudah terima pembayaran untuk tanah seluas kurang lebih 300 meter,” sambungnya.

Masih kata Mintarno, pihaknya mengaku heran dengan sikap ahli waris yang melakukan pemagaran sepihak di tanah yang kini menjadi objek sengketa. Baginya hal tersebut tidak sesuai dengan norma dan kaidah aturan hukum yang berlaku. Terlebih saat ini proses hukum tengah berjalan dan belum ada keputusan pengadilan yang sifatnya inkrah, mengikat dan tidak surut sifatnya.

“Jadi jangan main hakim sendiri dong. Semua kan ada acuannya. Kalau mau tempuh jalur hukum baik pidana dan perdata ya kami siap,” tandasnya.

Di sisi lain Lurah Pasir Gunung Selatan Meidy Hendianto Gunawan S.Sos mengakui bahwa memang di wilayahnya tengah terjadi sengketa tanah antara Yayasan Nurul Huda dan ahli waris Saman bin Miih.

Ia menjelaskan pada tanggal 18 Agustus 2016 ada beberapa orang petugas dari Badan Pertanahan Kota Depok yang melakukan pengukuran di Yayasan Nurul Huda. Ia juga menjelaskan jika situasi antara pihak yang bersengketa dapat terkendali, aman dan kondfusif.

“Memang ada masalah tersebut. Karena sudah masuk jalur hukum dan prosesnya sudah berjalan ya kita tunggu hasilnya saja,” katanya saat dihubungi terpisah pada Jumat 19 Agustus 2016. (Bhd)