JAKARTASATU – Beberapa hari ini Jakarta mendadak punya topik isu bahasan baru ditengah publik menjelang kalender politik Pilkada DKI 2017. Adalah Bobby Febrik S mahasiswa UI dan aktivis GEMA Mahasiswa UI yang menyampaikan penolakan terhadap Ahok lewat sebuah rekaman video yang diunggah kedalam situs Youtube dan kemudian mendapat reaksi barbar dan berlebihan dari seorang Gubernur yang mestinya jadi bapak bagi setiap rakyat yang dipimpinnya.
BFS Mahasiswa dan aktivis GEMA UI tidak melakukan pelanggaran hukum apapun atas apa yang dia sampaikan dalam Youtube tersebut.
Bobby FS sedang menyampaikan keyakinannya yang tidak bisa dipidana oleh siapapun karena ada dasarnya yaitu kebebasan menyampaikan pendapat dan merupakan bagian dari demokrasi.
Jadi kalau reaksi Ahok kemudian marah-marah dan terkesan barbar, justru semakin menunjukkan bahwa Ahok memang bukan pemimpin yang layak karena tidak menunjukkan sikap mengayomi bahkan Ahok layak disebut anti demokrasi.
Ahok terkesan bernafsu menghancurkan hidup orang lain, Ahok sepertinya ingin hancurkan masa depan Bobby Febrik S sang Mahasiswa dengan pernyataannya agar Bobby dikeluarkan dan dipecat dari UI.
Andai BFS benar dikeluarkan, apakah Ahok tidak bisa merasakan kesedihan orang tua BFS dan keluarganya? Ini reaksi barbar yang menunjukkan Ahok berbahaya memimpin Jakarta. Setiap perbedaan akan dijawab Ahok dengan marah-marah, memecat bawahan dan bersikap pendendam.
Ahok sebagai Gubernur harusnya menunjukkan sikap mengayomi masyarakatnya, melindungi dan memimpin rakyatnya dengan sikap beradab.
Ahok jangan menunjukkan kelasnya yang tidak layak memimpin Jakarta. Janganlah ada pemimpin yang bersikap seperti preman yang selalu menanggapi perbedaan dengan ancaman, marah dan memecat. Itu gaya preman bukan gaya pemimpin yang baik.
Bobby FS dilindungi konstitusi dalam menyampaikan pendapatnya. UI sebagai almamater Bobby jangan sampai mengambil sikap berlebih juga dan bergaya preman dengan mengikuti kemauan Ahok untuk memecat Bobby.
UI harus lebih bijak sebagai sebuah lembaga pendidikan yang tentu sangat paham dengan kebebasan menyampaikan pendapat.
UI justru harus memanggil Bobby dan menghimpun aspirasi yang bertumbuh di UI tentang kepemimpinan Jakarta supaya UI bisa mendapat informasi yang baik sebagai dasar mengambil sikap kedepan. UI sebagai lembaga yang akan menghasilkan para intelektual justru harus menimbang dan memberikan sikap tegas atas gaya kepemimpinan Ahok apakah memenuhi kaedah etika dan norma norma keluhuran.
Jangan sampai nanti lulusan UI malah meniru gaya kepemimpinan yang beringas dan gemar mengabaikan etika berbicara dan tidak beradab.
Dan kepada Ahok, kami berpesan agar fokus bekerja meningkatkan kesejahteraan rakyat Jakarta dan tidak perlu reaktif terhadap perbedaan pendapat.
Ahok semestinya belajar lebih menghargai perbedaan karena menjadi pemimpin bukanlah hanya memimpin komunitas yang sejenis tapi memimpin komunitas yang heterogen dan banyak perbedaan. Ahok jangan menyulut permusuhan dengan semua orang dan merasa dirinya benar sendiri.
Jakarta, 08 September 2016
RUMAH AMANAH RAKYAT