JAKARTASATU.COM — Pemerintah akan kembali menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Kenaikan itu tertuang dalam amanat UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), atas pengesahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 29 Oktober 2021.

Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Sri Herianingrum SE MSc menyatakanba, hwa kenaikan pajak akan meningkatkan pendapatan pemerintah. Namun, itu juga berpotensi mengurangi aktivitas ekonomi mikro.

“Dampaknya akan terasa pada proses produksi dengan adanya tambahan biaya. Yang kemungkinan akan mengurangi profitabilitas perusahaan,” kata Sri Herianingrum, kepada UNAIR.news (26/4).

Dampaknya Ekonomi Saat Ini

Saat ini kondisi ekonomi sudah mengalami ketidakstabilan, terutama dalam hal harga-harga kebutuhan pokok yang naik secara signifikan. Kenaikan PPN tersebut akan semakin memperburuk kondisi tersebut, terutama bagi golongan menengah ke bawah yang sudah terdampak oleh kenaikan harga barang-barang pokok sebelumnya.

“Di mana terjadi kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng. Hal ini dapat memberi tekanan ekstra, terutama pada golongan menengah ke bawah yang akan merasakan dampaknya secara langsung,” ujarnya.

Investasi Terkendala

Prof Sri juga menekankan dampak kenaikan PPN juga dirasakan dalam tingkat investasi. Para pelaku bisnis, terutama usaha kecil dan menengah, diprediksi mengalami peningkatan biaya produksi. Yang pada akhirnya, itu dapat mengurangi daya saing dan profitabilitas mereka.

“Investasi pun berpotensi menurun karena adanya peningkatan biaya produksi dan penurunan permintaan atas barang dan jasa,” ungkapnya.

Penurunan Daya Beli dan Perilaku Konsumen

Selain itu, kenaikan PPN akan berdampak pada perilaku konsumen secara individual. Pengurangan daya beli akibat kenaikan harga barang akan menyebabkan konsumsi masyarakat menurun, terutama pada golongan dengan pendapatan rendah hingga menengah. Hal tersebut dapat mengurangi tabungan mereka untuk masa depan dan mempersempit ruang gerak ekonomi masyarakat.

“Perlu diingat bahwa dampaknya terhadap ekonomi mikro dan perilaku konsumen harus dipertimbangkan secara menyeluruh. Evaluasi terperinci perlu dilakukan untuk memahami dampak serta mempertimbangkan alternatif kebijakan yang dapat mengurangi beban ekonomi pada masyarakat rentan,” tutupnya. EDY/Ewindo