JAKARTASATU.COM– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, lewat Direkturnya Emanuel Gobay mengeluarkan keterangan tertulisnya dalam rangka terpenuhinya hak asasi manusia bagi masyarakat sipil di tengah daerah konflik bersenjata di Kabupaten Paniai, Rabu (19/6/2024).
Pertama, Pimpinan TNI-Polri dan Pimpinan TPN-PB wajib menerapkan Prinsip-Prinsip Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 tentang Perlindungan Rakyat Sipil Dalam Masa Perang demi melindungi masyarakat sipil di Kabupaten Paniai;
Kedua, Ketua Komnas HAM RI dan Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Papua segera membentuk Tim Invetigasi untuk memastikan implementasi Pasal 27, Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 tentang Perlindungan Rakyat Sipil Dalam Masa Perang dan melakukan investigasi atas kasus penembakan masyarakat sipil di Kabupaten Paniai;
Ketiga, Palang Merah Indonesia (PMI) menjalankan pemenuhan kebutuan pokok bagi para pengungsi akibat konflik bersenjata sesuai perintah Pasal 22 huruf a, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018; dan
Keempat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Paniai segera membentuk posko pengungsian dan memenuhi kebutuan pokok para pengungsi selama konflik bersenjata berlangsung sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018.
“Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menggunakan kewenangan yang diberikan sesuai ketentuan ‘Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia’, sebagaimana diatur pada Pasal 100, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” demikian isi bagian keterangan tertulis itu.
Menurut Emanuel, akibat konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir di Kabupaten Paniai, telah melahirkan korban pada berbagai pihak.
Salah satu pihak yang menjadi korban harta, benda, dan jiwa raga dalam konflik bersenjata itu adalah masyarakat sipil yang berada di wilayah Kabupaten Paniai.
“Mengingat adanya korban pada masyarakat sipil di atas secara langsung mempertanyakan implementasi kebijakan Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 tentang perlindungan rakyat sipil dalam masa perang di Kabupaten Paniai,” masih bunyi keterangan itu. (RIS)