Hendrajit Direktur Eksekutif GFI / F0T0 Medita

Melalui peradilan Ahok pagi ini, jejak-jejak kaukus politik yang selama ini main di belakang layar, mulai terpetakan karena harus muncul ke permukan.

Dari 64 atau malah 80 pengacara Ahok, malah jadi memudahkan kita kita untuk memetakan afiliasi politik kantor pengacara mereka. Bukan berarti para pengacara tersebut semuanya berafiliasi ke poitisi parpol. Karena yang anti parpol juga banyak dari kalangan mereka.
Tapi afiliasi politik itu bisa juga dilihat dari kedekatannya dengan pengacara senior tertentu.Yang kalau melihat rekam jejaknya sebagai aktivis di masa lalu, terlihat jelas ke mana afiliasi politik para pengacara senior yang jadi patron ke 64 pengacara tersebut. 
Ketika sebuah kata hilang, maka yang muncul tersamar dalam bentuk simbol. Itulah makna simbolik dari diterjunkannya 64 pengacara Ahok

Ketika Ahok memunculkan Trimulja D Soerjadi sebagai salah satu pengacaranya, berarti bagi kubu Ahok memang dipandang bakal all out, sehingga harus mengeluarkan senjata pamungkasnya. Beliau memang sudah teruji reputasinya sebagai pengacara yang membela pemberangusan pers di masa orde baru. Sehingga reputasi dan kredibilitas beliau bagus di mata para wartawan pro kebebasan pers, termasuk saya.

Tapi menangani kasus ini, saya khawatir beliau akan kehilangan “Tajinya.” Karena dimensi kasusnya berbeda sama sekali. Kelemahan pegiat HAM termasuk di jajaran pengacara memang itu. Selalu melihat segala hal melalui isu politik tinggal. Single Issue Politics. Yaitu HAM. Tapi ya itu hak beliau sih. Sah sah saja.

Dengan berbondong bondongnya puluhan pengacara membela Ahok, malah memberi sinyal betapa rapuhnya kasus Ahok. Kalau tidak, mending turunkan tiga pengacara andalan sudah cukup. Toh membela kasus perkara yang penting kan kualitas bukan kwantitas.

Kalau dipikir-pikir, nangisnya Ahok ini malah kontra produktif. kalau tujuannya memang mau akting lho ya. Tapi bagi orang orang yang jujur, nangis itu bisa diartikan banyak hal. Orang sedih, orang menyesal, atau bisa juga orang marah dan kesal tapi nggak berdaya dan harus ke siapa marahnya.

Dengan berbondong bondongnya puluhan pengacara membela Ahok, malah memberi sinyal betapa rapuhnya kasus Ahok. Kalau tidak, mending turunkan tiga pengacara andalan sudah cukup. Toh membela kasus perkara yang penting kan kualitas bukan kwantitas.

Hendrajit, Executive Director at The Global Future Institute