#NGOPIPAGI: Masih ada Keraguan Kasus Dugaan Korupsi Jerat Tom Lembong

Keraguan terhadap kasus dugaan korupsi yang menjerat Tom Lembong terkait impor gula memang muncul di beberapa kalangan. Beberapa pihak mempertanyakan apakah bukti-bukti yang diajukan cukup kuat atau tidak.

Namun, pihak Kejaksaan Agung sendiri menegaskan bahwa penanganan kasus ini didasarkan pada bukti yang dianggap valid dan akurat. Mereka menyatakan bahwa prosesnya dilakukan sesuai hukum dan tidak ada rekayasa dalam pengumpulan bukti. Kejaksaan juga meminta masyarakat untuk memahami bahwa investigasi ini menargetkan periode khusus saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan diberikan kewenangan dalam pemberian izin impor.

Tom Lembong dijerat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi importasi gula selaku Menteri Perdagangan pada 2015-2016. Negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 400 miliar.

Seorang Damai Hari Lubis Sekretaris Dewan Kehormatan DPP. Kongres Advokat Indonesia mengatakan sebelum memasuki rumusan teori dan asas-asas hukum pidana, dibutuhkan pemahaman daripada makna korupsi serta pola daripada rumusan atau unsur-unsur delik korupsi yang dijuluki kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime).

Pengertian (delik) korupsi adalah terdapat pada Pasal 2 ayat (1) UU. Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor.

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah”.

Sehingga unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk dapat menjerat seorang yang dituduh sebagai pelaku korupsi/ koruptor, adalah:

1. Setiap orang atau korporasi;
2. Faktor sengaja melawan hukum;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Oleh karenanya ketika tidak memenuhi 1 (satu) unsur saja daripada ke 4 (empat) unsur, maka terhadap orang atau sosok pengurus korporasi yang bukan disebabkan OTT/ Operasi Tangkap Tangan tentunya penyidik Polri/ Penyidik JPU. harus segera mengeluarkan SP.3 terhadap seseorang yang ber-status TSK/ TDW.

Sehingga idealnya aparat penyidik tidak boleh prematur atau tergesa-gesa untuk mempublish seseorang sebagai (TSK) korupsi, terlebih langsung dilakukan penahanan (dipenjara) sebelum vonis inkracht. Hal tuduhan disertai penahanan yang prematur ini beresiko psikologis yakni membunuh atau merusak moralitas (CARRACTER ASSASINATION) bukan saja mencederai terhadap mental si tertuduh/ TSK atau terdakwa, namun mencederai mentalitas pihak keluarganya, terlebih andai hasil badan peradilan ternyata putusannya terdakwa tidak bersalah. Maka implikasi hukumnya, terjadi  pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim penguasa. Dan hal bebasnya terdakwa bukan hal yang mustahil, mengingat bahwa sistim atau sifat hukum di NRI menganut prinsip presumption of innocent/ praduga tak bersalah.

Dan tuduhan adanya pelaku korupsi harus melibatkan aparatur negara/PNS/ASN atau pejabat publik dan faktor keuangannya adalah milik negara yang berasal dari APBN/APBD atau penghasilan pemerintah dari sektor BUMN atau BUMD. Bahwasanya perbuatan korupsi merupakan jenis delik biasa bukan delik aduan, dan klasifikasinya sebagai delik materil atau bukan delik formil. Sehingga secara yuridis formal (asas-asas hukum) penjabaran daripada eksistensi tuduhan atau temuan terhadap delik biasa dengan kategori delik materil, adalah:

1. Delik biasa, andai para aparatur yang diberi bekal kewenangan dengan kekhususan tupoksi pada sektor pemberantasan tipikor, menemukan adanya tanda-tanda perilaku korupsi, dapat langsung memproses sesuai ketentuan hukum (due process of law) Jo. UU. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU.No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001atau Jo. KUHAP UU. No. 8 Tahun 1981;

2. Delik materil, tuduhan terhadap perilaku korupsi, dalam tahapan investigasi harus ada berhubungan dengan keuangan milik negara dan akibatkan kerugian.

Nah, dalam hal ini adakah Tomas Trikasih Lembong, sengaja melakukan  perbuatan melawan hukum ? Dan apakah ini merupakan kebijakan dengan melalui analisa para ahli dan sikon yang semestinya dan atau hasil koordinasi daripada pihak kementrian lainnya (menko). Bahkan ada hubungannya dengan faktor utilitas (manfaat), dan apakah hal kerugian muncul bukan akibat kebijakan (faktor X atau hal-hal lain pada saat atau diakhir pelaksanaan), lalu apakah kebijakan sudah melalui persetujuan dari pimpinan (Presiden RI).

“Muncul dibenak publik, “ternyata pesta belum juga usai, pesta terus berlanjut”. Tomas Trikasih Lembong mesti bersabar, karena rakyat yang sudah jauh lebih dalam dan lama telah merasakan serta mengalami beban berat baik moral dan himpitan materiil dan ternyata cukup (lama) bersabar. Lalu kapan sejatinya amandemen NRI berdasarkan machstaat bukan rechstaat? Demikian tulisan Damai Hari Lubis.

Hal yang sama dtang dari sahabatnya Tom Lembong Anies Baswedan yang mengatakan di link https://x.com/aniesbaswedan/status/1851479571524387147?t=iBYundhiRqQJ2ayzjiIMPw&s=08 bahwa:

Kabar ini amat-amat mengejutkan. Walau begitu kami tahu proses hukum tetap harus dihormati. Kami percaya aparat penegak hukum dan peradilan akan menjalankan proses secara transparan dan adil. Kami juga tetap akan memberikan dukungan moral dan dukungan lain yang dimungkinkan untuk Tom.

Tom, jangan berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya, seperti yang telah dijalani dan dibuktikan selama ini. I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus.

Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid yaitu, “Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (Rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat).” demikian tulisan Anies. Sedangkan menteri Zaman era SBY Dino Patti Djalal turut memberikan dukungan kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang dijerat sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karena kasus dugaan korupsi importasi gula. Ia percaya bahwa Tom Lembong tidak melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri. Dino mengaku sudah lama mengenal baik Tom Lembong sejak lama. “Saya kenal baik Tom Lembong sejak 2003. Dia waktu itu aktif mendukung SBY. Saya mengenal Tom sebagai sosok yang mempunyai intelektualitas tinggi, baik hati, tidak korup, & idealis. Dia selalu kritis melihat berbagai masalah bangsa,” kata Dino dalam keterangan yang dikutip dari akun X  Kamis (31/10). 

“Saya juga tahu dia punya banyak musuh sejak berbalik badan menentang mantan bosnya,” sambung Dino tanpa menjelaskan lebih lanjut soal ‘musuh’ dan ‘mantan bos’ yang dimaksud.
“Kalaupun ada langkah kebijakannya yang keliru, saya sinyalir itu bukan karena motivasi memperkaya diri, dan lebih karena false judgment atau oversight. Namun memberikan celah untuk dijerat oleh pihak yang mampu memberdayakan mekanisme ‘adanya pengaduan masyarakat’ (yang dalam dunia hukum kita bisa direkayasa),” papar Dino.

Dan saya pun lagi hgopi yang nikmat dari Kintamani….. Semoga saja kasus ini terbuka lebih luas dan transparan sehingg janganlan mainkan hukum hanya untuk kepentingan. (ame)