Insiden Pre-manisme di Ruang Sidang Cakra VI yang Mengguncang Kebebasan Pers
JAKARTASATU.COM – Dalam sebuah peristiwa yang menyisakan duka dan kemarahan di kalangan praktisi pers, Komite Keselamatan Jurnalis Sumatera Utara (KKJ Sumut) mengecam dengan tegas aksi intimidasi yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap jurnalis Deddy Irawan dari Mistar.id. Peristiwa yang terjadi di ruang sidang Cakra VI Pengadilan Negeri (PN) Medan ini tidak hanya mencoreng nama baik proses peradilan, namun juga mengancam esensi kebebasan pers di Indonesia.
Kronologi Insiden yang Mencekam
Pada Selasa, 25 Februari 2025, tepat ketika sidang kasus penipuan modus agensi artis mulai bergulir, Deddy Irawan tengah menjalankan tugas jurnalistiknya. Saat agenda sidang memasuki fase pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa, Deddy sibuk mendokumentasikan setiap momen dengan cermat. Ia kemudian duduk di kursi pengunjung, mengamati dan mencatat segala dinamika ruang sidang yang terbuka untuk umum.
Tak lama setelah itu, muncul sebuah adegan yang tak terduga. Sekelompok pria yang diduga merupakan preman pengawal terdakwa, Desiska boru Sihite, mulai mendekatinya. Meskipun sempat mendapat panggilan dari para preman tersebut, Deddy memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan peliputannya dengan penuh konsentrasi. Namun, nasib berkata lain. Panitera Pengganti PN Medan, Sumardi, memanggil Deddy untuk keluar dari ruang sidang, sebuah perintah yang kemudian membawa Deddy ke dalam pusaran intimidasi.
Setelah dipanggil ke luar, Deddy mendapati dirinya dikepung oleh sejumlah terduga preman. Di luar ruang sidang, situasi dengan cepat berubah tegang. Kelompok tersebut mulai mengajukan berbagai pertanyaan yang tajam dan mendesak, menyangkut izin pengambilan foto serta data-data pribadi Deddy. Tanpa ragu, Deddy pun menunjukkan identitas ID Card Pers-nya dan memperkenalkan dirinya sebagai seorang jurnalis yang telah lama rutin meliput aktivitas di PN Medan.
Namun, ketegasan identitasnya tidak cukup untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang yang menimpa dirinya. Para terduga preman, yang termasuk di antaranya Panitera Pengganti Sumardi, memaksa Deddy untuk menghapus semua foto yang telah diambilnya selama proses sidang berlangsung. Tidak hanya itu, mereka bahkan sempat berusaha merampas gawai milik Deddy. Dalam kondisi yang sangat terisolasi dan tanpa dukungan, Deddy terpaksa menyerahkan dokumentasi hasil liputannya, sehingga fakta yang seharusnya terekam dalam ruang sidang menjadi hilang begitu saja.
Pelanggaran Hukum dan Implikasi Kebebasan Pers
Aksi intimidasi yang dilakukan oleh kelompok preman ini jelas merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Pers No 40 Tahun 2009. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pers tidak dikenakan penyensoran dan setiap upaya untuk menghalangi tugas jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana. Pasal 18 ayat (1) UU Pers bahkan menyatakan bahwa “setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan … dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Insiden ini membuka kembali perdebatan seputar hak jurnalistik dan perlindungan terhadap wartawan, khususnya di tengah-tengah praktik intimidasi yang semakin sering terjadi di berbagai lini. Tindakan memaksa Deddy Irawan untuk menghapus bukti liputan di ruang sidang yang seharusnya bersifat publik, merupakan cerminan betapa rapuhnya kebebasan pers jika tidak dijaga dengan tegas oleh penegak hukum.
Sebagai respons atas peristiwa tersebut, KKJ Sumut segera menyatakan sikapnya dengan seruan yang lantang:
- Mengecam Tindak Intimidasi dan Perintangan: KKJ Sumut menegaskan bahwa tindakan yang dialami Deddy Irawan merupakan pelanggaran serius terhadap UU Pers No 40 Tahun 1999, sekaligus mengancam prinsip kebebasan pers yang telah lama dijunjung tinggi di Indonesia.
- Mendesak Penegak Hukum untuk Bertindak: KKJ Sumut mendesak Kapolda Sumut dan Kapolrestabes Medan beserta jajaran untuk segera mengusut tuntas peristiwa ini dan menangkap para pelaku intimidasi yang tidak bertanggung jawab.
- Menghargai Kerja Jurnalis dan Kebebasan Pers: KKJ Sumut mengimbau seluruh pihak, baik dari kalangan aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, maupun masyarakat luas, untuk menghargai kerja keras jurnalis dalam menjalankan tugasnya dan memastikan bahwa kebebasan pers tetap terlindungi.
- Jaminan dan Pemantauan Keselamatan Jurnalis: Dalam situasi yang kian mengkhawatirkan, KKJ Sumut meminta agar setiap kantor media dapat menjamin dan memantau keselamatan jurnalis, terutama ketika mereka harus meliput peristiwa yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.
- Hak Jawab dan Koreksi Sebagai Benteng Perlindungan: Menurut asas kebebasan pers, apabila ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, hendaknya mereka menggunakan hak jawab dan koreksi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 11 UU Pers No 40/1999.