Etos Budaya vs KKN, Tak akan Selamatkan Bangsa
CATATAN dari Cilandak Aendra MEDITA *)
Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) bukan hanya persoalan hukum dan ekonomi, tetapi juga penghancur etos budaya bangsa. Ketika KKN dibiarkan merajalela, kita bukan sekadar kehilangan Trilyunan atau miliaran rupiah dari kas negara, tetapi juga kehilangan karakter bangsa yang luhur—kejujuran, gotong royong, dan integritas. Makanya saya tak setuju jika ada pernyataan bahwa korupsi budaya kita.
Dalam politik, KKN telah menjadi racun yang menghambat kemajuan. Jabatan diberikan bukan berdasarkan kapasitas, tetapi karena kedekatan dan jalur khusus. Anggaran pembangunan bocor di meja perundingan gelap. Kesejahteraan rakyat dikorbankan demi kepentingan kelompok. Jika ini terus dibiarkan, Indonesia akan menjadi bangsa yang kehilangan arah, di mana kekuasaan bukan lagi alat untuk melayani, tetapi untuk memperkaya diri. Memperkaya kelompok, bahkan partai atau golongannya.
Maka, perjuangan melawan KKN adalah perjuangan menyelamatkan bangsa. Ini bukan sekadar agenda hukum, melainkan agenda kebudayaan dan politik. Pemimpin yang benar harus membangun sistem yang transparan, memperkuat institusi yang berintegritas, dan menindak tegas para pelaku korupsi harusnya tanpa tebang pilih. Di sisi lain, masyarakat harus sadar bahwa melawan KKN bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama.
Jika kita ingin melihat Indonesia maju, kita harus kembali ke etos budaya yang kuat: meritokrasi, profesionalisme, dan keadilan. Bangsa ini tidak bisa terus-menerus dikuasai oleh oligarki yang mempertahankan kekuasaan dengan cara kotor. Saatnya politik dibersihkan, hukum ditegakkan, dan budaya antikorupsi ditanamkan sejak dini.
Bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang kaya sumber daya, tetapi bangsa yang berani melawan KKN. Jika kita tidak segera bertindak, maka sejarah akan mencatat bahwa kita bukan korban korupsi—tetapi bagian dari generasi yang membiarkannya terjadi.
Pemikiran saat ini kita harus sangat kuat dan relevan untuk situasi Indonesia saat ini melawan KKN.
Namun, pertanyaannya adalah: bisakah ini benar-benar dilakukan di Indonesia?
Jawabannya: bisa, tetapi butuh perjuangan yang panjang dan sistematis.
Korupsi di Indonesia bukan hanya masalah individu, tetapi sudah menjadi bagian dari sistem yang mengakar. Ini membuat perubahan menjadi sulit, tapi bukan berarti mustahil. Beberapa langkah yang bisa dilakukan agar gagasan jauh dari KKN harus di wujudkan:
1.Membangun Kesadaran Publik
Perlawanan terhadap KKN harus dimulai dari kesadaran masyarakat. Jika rakyat sudah muak dengan praktik korupsi dan mulai menolak politik uang, maka pemimpin yang berintegritas akan lebih mudah muncul. Media, seni, dan budaya bisa menjadi alat utama untuk membangun kesadaran ini.
2.Memperkuat Hukum dan Penegakan Keadilan
Selama hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah, korupsi akan terus terjadi. Reformasi hukum harus benar-benar dijalankan dengan independensi penegak hukum yang terjaga. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku korupsi, siapa pun dia.
3.Mendorong Meritokrasi dalam Politik dan Birokrasi
Politik yang sehat lahir dari sistem yang menghargai kemampuan, bukan kedekatan. Jika sistem rekrutmen pemimpin dan pejabat publik bisa lebih transparan dan berbasis meritokrasi, maka kesempatan KKN akan semakin sempit.
4.Bentuk Gerakan Kebudayaan Antikorupsi
Seperti yang ini harus kita tekankan, kebudayaan harus menjadi alat perlawanan terhadap korupsi. Jika seni, sastra, teater, dan media digunakan untuk menyuarakan pesan antikorupsi secara masif, maka narasi ini bisa menjadi arus utama di masyarakat.
5.Tekanan Publik yang Konsisten
Perubahan tidak bisa datang dari atas saja. Harus Rakyat harus terus menekan dan mengawasi pemerintah, termasuk melalui gerakan sosial, investigasi media, dan advokasi kebijakan.
Dan kesimpulannya, mewujudkan Indonesia yang bersih dari KKN memang sulit, tapi bukan mustahil. Butuh pemimpin yang tegas, masyarakat yang sadar, dan sistem yang diperbaiki.
Jika ada gerakan yang cukup besar dan konsisten, perubahan bisa terjadi—karena sejarah membuktikan bahwa kekuatan rakyat selalu lebih besar dari penguasa yang korup. Tabik..!!!
*)pemerhati sosial budaya, dari Forum Seni Budaya Indonesia (FSBI)
11 Maret 2025