JAKARTASATU – Dunia maya di Indonesia, sempat diguncangkan dengan kehadiran akun twitter @triomacan2000 atau lebih dikenal TM2000 yang fenomenal. Akun anti korupsi ini kerap mengeluarkan cuitan yang bisa membuat merah kuping, bagi yang tersangkut di cuitannya. Namun penghujung 2014 lalu, Raden Nuh sebagai penjaga gawang dari akun tersebut tersandung kasus.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2015 lalu menvonis lima tahun penjara kepada Raden Nuh, yang dinyatakan bersalah melanggar Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni turut serta dalam perbuatan pidana pencemaran nama baik melalui alat elektronik. Kasus pidana yang menjerat Raden Nuh beserta Edi Syahputra dan Koesharyono terjadi pada Oktober 2014 lalu dan sempat menjadi isu kontroversial di media massa dan publik.
Selama hampir tiga tahun menjalani masa hukuman, Raden Nuh mendapat perlakuan “khusus dan istimewa”, yakni kerap dipindah dari satu lapas ke lapas lain, ungkap pengacaranya Haris Aritonang kepada Redaksi Jakartasatu.com Senin,18 Juni 2017.
“Bayangkan saja, selama kurang dari tiga tahun, Raden Nuh dipindah tujuh kali, terakhir di Lapas Batu Nusa Kambangan,” kata Haris. Meski kerap dipindah ke satu lapas ke lapas lain, tambahnya, Raden Nuh selalu mendapat perlakuan yang baik dan manusiawi dari pihak lapas. ‘Pemindahan Raden Nuh terakhir diduga terkait masih besarnya kekhawatiran pihak tertentu terhadap aktivitas atau jaringan Raden nuh di luar lapas’.
Setelah menjalani 2/3 masa hukumannya, Raden Nuh mendapatkan hak kebebasannya melalui Pembebasan Bersyarat (PB). Namun, bukan berarti proses pembebasannya berjalan mulus. Jakartasatu.com beruntung mendapatkan wawancara khusus dengan pengacaranya Harisan Aritonang dari kantor pengacara R. Aritonang & Partners, yang menceritakan proses pembebasan. Berikut wawancara singkatnya:
Bisa diceritakan proses pembebasan Raden Nuh?
Bahwa setelah menjalani hukuman yang dipindah pindah, dari Rutan Cipinang kemudian ke LAPAS Salemba, kemudian dipindah lagi ke Subang Jawa Barat dan terakhir di LAPAS BATU Nusakambangan. Setelah menjalani 2/3 dari masa hukumannya, sesuai peraturan perundang-undangan, klien kami harus mendapatkan hak Pembebasan Bersyarat. Setelah mengetahui melalui kunjungan lawyer dan kunjungan keluarga bahwa, LAPAS BATU mengajukan permohonan Pembebasan bersyarat, maka kami menindak lanjuti menemui bagian pembinaan LAPAS BATU dan anehnya belum turun diterimanya atau ditolaknya permohonan pembebasan bersyarat ke KANWIL KEMENKUMHAM JAWA TENGAH atas nama Raden Nuh klien kami, maka kami meminta untuk dikonfirmasi ke Kanwil KEMENKUMHAM Jateng (ini sesuai dengan pertemuan saya bersama pihak LAPAS BATU pada 8 Juni 2017). Didapatkan info bahwa surat permohonan lapas sudah dikirim ke kantor Kanwil atas nama Raden Nuh.
Selanjutnya kami datang lagi pada tanggal 14 Juni 2017, untuk kembali menemui bagian pembinaan napi dan kalapas. Namun pada waktu itu juga belum ada kepastian, hingga sekitar 13.30 wib saya meninggalkan LAPAS Batu. Sebelum meninggalkan kami mengajukan permohonan kejelasan melalui surat tertulis.
Akan tetapi ada hal yang aneh, saat kami meninggalkan Lapas Batu dan sedang menuju Jakarta, saya dapat kabar bahwa klien kami bisa pulang besok. Padahal sebelumnya kami belum mendapatkan kepastian realisasinya.
Bahwa klien kami pulang bersama rekan/sahabat klien Ibnu Misbahul Hayat setelah menyelesaikan administrasi, dan LAPAS BATU menjawab surat kami tertanggal 19 Juni 2017.
Kendala apa dalam upaya mendapatkan Pembebasan Bersyarat klien Anda?
Berlarut larutnya Pembebasan Bersyarat (PB) alasan LAPAS batu belum mendapatkan jawaban atas surat permohonan. Namun jika kita lihat lampiran di bulan Maret, ternyata sudah ada jawaban dan dikabulkannya permohonan bersyarat Raden Nuh pada Maret 17. Apakah administrasi surat menyurat kita begitu semrawut? Atau penundaannya atas dasar apa ? Meskipun begitu saat ini klien kami ingin kembali pada keluarga dan belum mempermasalahkan kesemrawutan PB tersebut.
Apakah akan ada rencana untuk pemulihan nama melalui gugatan hukum?
Soal rehabilitasi belum ada pembicaraan serius dengan RN, karena paling memungkinkan adalah peninjauan kembali (PK). Meskipun begitu semua kami menunggu tindakan hukum lanjutan yang diinginkan RN kemudian hari. | NOR/JKST