Rizal Musa saat diwawancarai di Jakarta/JKST-P

JAKARTASATU.COM –  Kisah pada Bagian 2 ini (sebelumnya bagian 1 https://jakartasatu.com/2019/08/13/laporan-khusus-keluarga-haji-musa-mencari-jejak-asset-di-argo-pantes-bagian-1-dari-5-bagian/) jelas bahwa disebutkan banyak kisah keluarga Haji Musa seoalh hilang diatas kisah sukses Argo Pantes, apa yang dimuat di media massa soal Argo Pantas seolah The Ning King  saja. 

Ini sebuah penguburan sejarah, jelas Rizal kepada Redaksi. “Ada seakan penguburan sejarah soal Bapak saya (Haji Musa Saehe) atas membangun PT Argo Pantes paska ia meninggal 1996,” beber Rizal yang merasa tidak puas. 

Sebenarnya Rizal Musa tak pernah bikin masalah, cuma ingin meminta konfirmasi ke The Ning King bahwa ada wasiat Haji Musa soal PT Argo Pantes, dimana Haji Musa dulunya adalah CEO atau Direktur Utama group PT Argo Pantes. Kabar terbaru bahwa pada Jumat (9 Agustus 2019) lalu sumber kami di dalam bahwa pihak Rizal Musa sempat di undang oleh Pak The Ning King untuk bisa berjumpa. Namun, saat tim Riza Musa datang yang mengakunya atas informasi Melissa Sekretaris Pak The Ning King, namun saat tim Rizal Musa hadir di lantai 3 Gedung Wisma Argo Manunggal Jalan Jend. Gatot Subroto Jakarta, The Ning King tidak ada.

Padahal Rizal sudah siap untuk berjumpa. “Jadi ini percuma kita datang ke kantor Argo Pantes makanya pertanyaan Rizal Musa ke The Ning King sampai ini belum beres,” ujar sumber kami. 

Saat itu di kantor The Ning King yang menerima adalah Tim Hukum Argo Pantes, yaitu Petra Tanugraha dan Jono juga ada Roy salah satu staff Argo Pantes pun diam. 

The Ning King bersama Haji Musa /dok Kel Haji Musa

Kisah Musa dan THE Ning KING 

Seperti diketahui bahwa sejarah perusahaan PT. Daya Manunggal dengan status Penanaman Modal Dalam Negri(PMDN) didirikan pada hari Jumat, 17 Februari 1961 dengan akte notaris no. 31 tahun berlokasi di jalan Argobusono no.1 Kelurahan Ledok Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga adalah cikal bakal usaha. Dengan diprakasai oleh Haji Musa dan The Nien King.

Pada awal pendiriannya Damatex hanya mempunyai 200 mesin konvensional jenis dengan jumlah tenaga kerja 150 orang. Berdiri di atas tanah seluas ± 2 ha. Berproduksi dengan hasil produksi grey jenis cotton.

PT. Daya Manunggal adalah salah satu cabang perusahaan yang tergabung dalam Argo Manunggal Group yang berkantor pusat di Jakarta. Dengan adanya perkembangan dan perluasan pabrik semakin luas sehingga jumlah tenaga kerja ±2.800 orang (Januari 2014), disertai dengan penambahan mesin-mesin canggih, Damatex mampu meningkatkan hasil produksi yang semula hanya kain grey saat ini sudah memproduksi dari serat hingga menjadi benang sampai menjadi kain jadi. 

PT.Daya Manunggal juga mengekspor hasil produksi ke berbagai negara di dunia antara lain : Argentina, Australia, Austria, Bahrain, Bangladesh, China, Jerman , Hongkong, Italy, Jepang,Korea, Kuwait, Laos, Malaysia,Philiphines, Saudi Arabia, Singapore, south Africa, sri Lanka, Thailand, Vietnam, Yunan. Kemudian visi jauh Damatex termasuk membuat pabrik baja dan properti.

Sukses berbisnis tekstil lewat Daya Manunggal atua Damatex. Ia membangun pabrik seng bernama cap Moon Elephant. Dia juga mulai berbisnis besi beton. Ia tidak mengerjakan bisnisnya sendirian melainkan bersama- sama.

Ternyata Haji Musa dan Ning mengerjakan bersama Nippon Steel, Nippon Kokan Marubeni, dan Mitsui dari Jepang. Untuk mengembangkan bisnis tekstil, Haji Musa dan The Ning King melakukan kerjasama dengan Marubeni, Mitsui Toray, Kuraray, dan Kurabon, ini membuat karyawanya melonjak menjadi 12.000 orang. 

Dikatakan Rizal Musa bahwa menjadi kisah panjang Bapaknya waktu itu Haji Musa muda awalnya adalah guru di Palopo Sulawesi sejak umur 14 tahun saat itu zaman pemberotakan menentang Belanda paska penjajahan Jepang.

Musa kecil usia 16 sempat ditangkap sewaktu di Makasar, dia dilepas karena belia usia. Musa kemudian, Musa pergi ke Jawa.

Di Jogjakarta Musa sambil bergabung dalam seksi pelajar Brigade XVI. Setelah dikirim dlaam operasi Azis di Sulawesi Selatan, Musa terbawa arus ke banjarmasin. “Mau kembali ke Jawa sulit, sebab saya tidak punya basis hidup yang baik, mau kembali ke kampung malu, begitu kata Musa sehingga ia menyeberang ke Banjarmasin. Ditulis juga bahwa kisah Haji Musa pernah di Banjarmasin, Musa muda terjun ke dunia jurnalistik.

Waktu di Yogya, Musa memang pernah mengikuti pelajaran tentang ilmu kemasyarakatan, politik, dan lain-lain. Hampir tiga tahun dia berdiam di Banjarmasin, sebelum akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Jakarta.

Musa adalah mantan wartawan dan salah satu perintis berdirinya PWI di Banjarmasin. Usulan awal mula kongsi Musa ke tuan Thio Poe Tju yatu PT Dampo yang bergerak di bidang Agribisnis, Tembakau, Karet dan suplier mangkok getah karet. Jadi jelasnya sebenarnya Musa saya tidak modal nol dalam berbisnis.

Di Ibukota, nasib akhirnya menentukan lain. Dari wartawan, Musa beralih profesi menjadi pengusaha. Nasib telah mempertemukan dengan The Ning King, yang waktu itu sudah menjadi pedagang tekstil yang tergolong besar.

Banyak pengusaha pribumi terutama yang berasal dari Makassar dan Padang berhubungan dengan The Ning King dalam merealisasi ijin impor tekstil yang mereka peroleh. Sebagian besar ditampung oleh The Ning King, yang waktu itu dikenal sebagai “Tuan muda” di Pintu Kecil. Kemudian, lahirlah PT Daya Manunggal pada tahun 1961, perusahaan kongsi pertama di antara mereka berdua.

Toh, kaya tak membuat Musa lupa untuk senantiasa mawas diri dan bersyukur. “Resep saya hanya berusaha dan pasrah”, kata Bapak lima anak tersebut. Meski punya beberapa mobil mewah, dia sering naik taksi pergi ke bioskop, menyalurkan salah satu hobinya nonton film. “Buat apa malu,” (wawancara Musa dengan Majalah EKSEKUTIF Agustus 1990 edisi Cover story) 

Menurut Rizal bahwa Bapaknya dikenal sebagai pekrja keras. “Bapak ini gigih sekali dan perjuangannya luar biasa dari Palopo ke Jawa, Banjarmasin dan ke Jakarta, makanya nanti berencana agar tidak jejak terkubur sejarah Haji Musa kita akan terbitkan buku perjalanan HAJI MUSA,”jelasnya. 

(Bersambung)

Ikuti Bagian 3 tentang Kisah Jalan Pintu Kecil dan Dua Sahabat di ARGO PANTES