Autokritik Kopi Sedap

Oleh Taufan S Chandranegara, praktisi seni. penulis

Siapapun di sebuah negeri tentu berhak memiliki pandangan hidup tentang negerinya, tempat ia lahir makan minum mencari nafkah menghidupi dirinya juga keluarganya. Autokritik berjalan baik, benar, oke banget, di ranah pola budaya sebuah negeri, mungkin di negeri entah manapun demikian, barangkali.

Tak ada tekanan dari penguasa. Ehem, sensor pendapat publik berjalan normal baik-baik saja, ehem lagi, cakep itu negeri, mungkin loh macam itu disebut negeri demokrasi adil makmur meski juga realatif loh. Mungkin juga benar mungkin juga tidak. Kalau persepsi benar tak di curigai penguasa sebagai kritik mencubit.

Kebenaran pendapat rakyat tentu wajib melalui undang-undang dasar negeri bersangkutan demikian pula dengan penguasa negeri di manapun. Apapun isme pilihan negaranya, di sisi ini bertemu kebebasan demokrasi bermoral baik dari rakyat untuk rakyat maka bertemulah gotongroyong. Membangun bersama menjaga negerinya di manapun; rakyat memilih percaya pada negerinya.

Seyogyanya pula penguasa sebuah negeri tidak mengecewakan rakyatnya. Sedih loh kalau penguasa mengecewakan rakyat, lantas, kami, rakyat, kudu bagaimana tinggal di mana. Di planet lain entah di mana gitu, itupun kalau di planet tersebut ada matahari, rembulan, mata air, publik tentu akan mengembangkan hidupnya di luar planet Bumi, itupun kalau mungkin loh, tentu tetap bergantung pada pendapatan perkapita perkeluarga.

Persoalan sebuah negari tidak hanya mengenai bahasan tentang ideologi ideal atau tidak ideal, berpolitik ideal pula; sebab ideologi lahir, ada, hadir, karena kehendak rakyat negeri di manapun, apapun ismenya. Sekalipun ada banyak pandangan dari pakar keilmuan; tentang; apa itu negara.

Namun apa artinya sebuah negara apabila tanpa autokritik demi mencapai keparipurnaan; apa itu negara, hal ini tak akan berjalan komunikasi dua arah kalau watak dari pemerintahan mengarah pada pemerintahan monorel alias kediktatoran. Sampailah pertanyaan.; Apakah masih ada diktatorisme icu? Nah loh.

Pertanyaan mencari jawab; apa iya masih ada atau apa iya sudah tidak ada; si diktatorisme itu. Tentu kembali pada tujuan dari nurani kekuasaan, tak terlihat, tapi ada, eksis, di balik tirai berkelambu di remang cuaca aneka tujuan kekuasaan, sebuah kekuasaan di manapun mungkin saja, ia berada di balik kabut misteri sebuah cita rasa kekuasaan akan berlangsung.

Sampai pula pada pertanyaan.; Apa masih ada kekuasaan tanpa kejujuran atau sebaliknya.; Tentu kembali pada tujuan dari nurani penguasa sebuah negara, di manapun.

Namun perlu dicatat dengan huruf kapital.; Bahwa negara adalah rakyat; Bahwa rakyat adalah negara, esensial, betapa kekuasaan negara wajib memenuhi, mengutamakan kewajibannya untuk kesejahteraan rakyat. Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

***

Jakartasatu Indonesia Nopember 01, 2024.