Foto: Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dok. istimewa

JAKARTASATU.COM– Pengamat Pemilu Titi Anggraini menyebut bahwa pada Kamis, 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus 4 perkara pengujian ambang batas pencalonan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum.

“Meliputi: 1). Perkara No.62/PUU-XXII/2024 (Enika Maya Oktavia, dll);  2). Perkara No.87/PUU-XXII/2024 (Dr. Dian Fitri Sabrina,S.H.,M.H (Pemohon I), Prof. Dr. Muhammad, S.IP.,M.Si (Pemohon II), S.Muchtadin Al Attas, S.H.,M.H (Pemohon III) dan Dr. Muhammad Saad, M.A (Pemohon IV); 3). Perkara No.101/PUU-XXII/2024 (Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT), yang dalam hal ini diwakili oleh Hadar Nafis Gumay selaku Direktur Eksekutif (Pemohon I) dan Titi Anggraini (Pemohon II); dan 4). Perkara No.129/PUU-XXI/2023 (Gugum Ridho Putra, S.H., M.H.),” ungkap Titi lewat akun X-nya, Senin (30/12/2024).

“Sebelumnya, Pasal 222 ini sudah 32 kali diuji dan diputus oleh MK,” imbuhnya.

Sebagai Pemohon yang sudah beberapa kali mengajukan pengujian Pasal ambang batas pencalonan presiden, Titi sangat berharap MK akan memberikan Putusan yang progresif dan memuat terobosan hukum bagi masa depan pilpres Indonesia yang lebih inklusif dan berkeadilan. “Dalam banyak Putusan MK terdahulu, MK telah menerapkan standar yang sangat baik bagi demokrasi substansial di Indonesia,” kata Titi.

“Misalnya Putusan tentang sistem pemilu No.114/PUU-XX/2022, Putusan tentang ambang batas parlemen No.116/PUU-XXI/2023, maupun Putusan tentang ambang batas pencalonan kepala daerah No.60/PUU-XXII/2024,” tambahnya.

Mestinya menurutnya tidak ada alasan bagi MK untuk tidak mengabulkan permohonan itu, yaitu agar setiap partai politik yang punya kursi di parlemen dapat mengusulkan sendiri calonnya di pilpres serta pembentuk UU merumuskan angka ambang batas khusus bagi parpol peserta pemilu yang tidak punya kursi di parlemen untuk bisa ikut dalam pencalonan presiden.

Ketentuan itu kata Titi lebih menjamin keadilan dan kesetaraan perlakuan bagi semua partai politik peserta pemilu, baik parpol parlemen ataupun nonparlemen karena sama-sama memiliki akses kepada pencalonan pilpres meski dengan pola yang berbeda.

“Pola seperti itu misalnya sudah pula diakomodir MK dalam Putusan tentang verifikasi parpol peserta pemilu No.55/PUU-XVIII/2020,” tukasnya. (RIS)