Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP Dapat Laporkan Ketua KPK Setyo Budyanto Ke Penyidik Polri
Damai Hari Lubis
Ketua Aliansi Anak Bangsa
Penulis adalah:
– Sekretaris Dewan Kehormatan DPP. KAI/ Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia
– Eks Ketua 1 Organisasi GNPK/ Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi.
KPK merupakan salah satu lembaga penegakan hukum yang prestisius di Negara RI, sehingga tentunya para komisioner KPK terdiri dari para pakar hukum pidana yang berpengalaman dan menguasai UU. RI No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU. Tentang Tipikor serta pastinya Komisioner di KPK menguasai praktik pelaksanaan proses dalam penanganan delik korupsi, dan sejatinya para komisioner KPK adalah kumpulan intelektual pejabat publik selain penyelenggara negara.
Penulis yang juga pengamat hukum dan politik sengaja membuat judul artikel yang narasinya berhubungan kepada peristiwa hukum yang dialami seorang WNI yang umum dikenal sebagai tokoh politik senior dengan jabatan Sekjen DPP. PDIP yang bernama Hasto Kristiyanto/ Hasto dan substantif terkait kasus gratifikasi yang ada hubungannya dengan Harun Masiku/ HM yang kini berstatus DPO atau Daftar Pencarian Orang yang melibatkan eks nara pidana mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.
Kemudian berita Terkait mesin organisasi PDIP yang belakangan menjadi musuh besar Jokowi, bekas Presiden RI yang pada tanggal 16 Desember 2024 telah dikeluarkan surat pemecatan keanggotaannya dari PDIP sehingga Jokowi tertutup mati untuk menjadi Ketua Umum Partai PDIP. Diketahui, bahwa terhadap Hasto, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 sehingga melekat secara hukum Hasto oleh KPK berstatus sebagai seorang Tersangka/ TSK.
Yang sebenar-benarnya merujuk AD- ART Partai PDIP Jo. Kode etik, terhadap peristiwa hukum yang menimpa Hasto, KPK harus mengantongi lebih dulu hasil daripada proses sidang etik internal partai PDIP dalam bentuk Surat Keputusan partai yang diawali adanya pengaduan oleh pihak pengadu terhadap Hasto kepada Dewan atau Bidang Kehormatan Partai/ BHP DPP PDIP karena diduga Hasto melakukan pelanggaran etik atau disiplin partai. Dan pihak prinsipal pengadunya adalah Harun Masiku andai merasa dirugikan. Andai tidak ada pengadu maka mutatis mutandis tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh sosok Hasto Sekjen DPP. PDIP. Maka otomatis tidak boleh ada pasal apapun terkait perkara pidana atau perilaku perbuatan yang diindikasikan sebagai delik gratifikasi.
Namun faktanya untuk perkara gratifikasi atau suap, Hasto dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu, berkembang informasi melalui media Tempo, yang sumbernya berasal dari Ketua KPK Setyo Budiyanto, yang muatan beritanya sarat intimidasi karena menggunakan “metode menggertak” lalu beritanya yang narasinya menyatakan bahwa KPK bakal menjerat Hasto Kristiyanto dengan Pasal 21 UU. Tipikor yaitu tentang obstruction of justice atau Hasto dituduh oleh KPK melalui Setyo Budiyanto telah melakukan perintangan atau menghalangi penyidik KPK yang sedang bertugas melakukan penyidikan, lalu beritanya pun booming,
Referensi berita:
https://www.tempo.co/gaya-hidup/penjelasan-obstruction-of-justice-yang-dituduhkan-kepada-hasto-kristiyanto–1187351
Sedangkan, pada kenyataannya sesuai sistim hukum yang ada dan berlaku pasal tentang obstruksi terhadap delik gratifikasi tidak terdapat pada ketentuan UU. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/ UU. Tentang Tipikor.
Untuk itu KPK dipersilahkan membuka sistem hukum yang mengatur perihal obstruksi, tepatnya pada Pasal 12 UU. RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor dan Jo. Pasal 12 A, 12 B, dan 12 C pada UU. Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU. RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/ UU. Tipikor.
Dengan kata lain, kategori pasal perihal perintangan atau obstruksi hanya untuk perkara pemberantasan delik korupsi bukan delik gratifikasi.
Maka wajar jika publik malah meyakini KPK telah menerima Jasa khusus untuk mengkriminalisasi seseorang, sehingga KPK telah berkhianat tehadap sumpah jabatannya selaku Komisioner KPK karena terbukti memanipulasi pasal UU. Tentang Tipikor dengan pola mengintimidasi Hasto, sehingga penyidik KPK yang semestinya wajib menjunjung tinggi moralitas dan amanah terhadap TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) dengan berlaku objektif, profesionalitas, proporsionalitas dan akuntabel, namun pada kenyataannya KPK melakukan malapraktik atau anomali bahkan kuat kesan KPK amoral.
Oleh karenanya terkait ancaman KPK yang sengaja mempublish atau mengumumkan informasi salah atau berita kebohongan kepada publik yang isinya terdapat berupa ancaman terhadap Hasto melalui media online Tempo yang melansir berita dari Antara, oleh karenanya anggota komisioner yang bernama Setyo Budiyanto selaku Ketua KPK telah melakukan perbuatan dengan kriteria kejahatan yang OTT.
Sebagai barang bukti OTT terhadap Setyo Budiyanto tersebut adalah berupa berita dari Tempo dengan saksi para jurnalis Tempo dan Jurnalis pewarta dari kantor berita Antara.
Dan oleh sebab hukum sesuai teori dan asas hukum pidana ada opsi hukum yang dapat diupayakan oleh Hasto Kristiyanto sebagai korban.
Pertama, Sekjen PDIP dapat menjadi pelapor di Bareskrim Mabes Polri terhadap Setyo Budiyanto dengan menggunakan Pasal-Pasal yang memenuhi kriteria daripada unsur-unsur Pasal 310 Jo. Putusan MK. No. 78/ PUU-XXI/2023 Jo. Pasal 311 Tentang Fitnah dan Ujar Kebencian Pasal 28 UU. ITE Jo. Pasal 156 KUHP.
Kedua, Hasto dapat mengadukan atau melaporkan Setyo Budiyanto ke Dewas KPK.