Sasmito Tuding Budi Hartono, Beli BCA Gratisan, LPKEN: Kerugian Negara Hampir Rp200 Triliun
JAKARTASATU.COM — KASUS lama terungkap lagi Pengamat Ekonomi dan Politik dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro menganalisis pembelian Bank Central Asia (BCA) oleh Djarum Group, milik Budi Hartono di era pemerintahan Megawati. Harganya terlalu murah bahkan boleh dibilang gratisan.
Lo kok bisa?
Sasmito menjelaskan kronologi kasus ini. Ia menyebut, masalah bermula ketika BCA yang kala itu dimiliki Salim Group, diambil alih pemerintah akibat megaskandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tepatnya pasca lengser rezim Orba di tangan Soeharto.
Kala itu, pemerintah berupaya melego BCA demi mengembalikannya uang BLBI ke brangkas negara. Namun hingga tahun 1999, upaya itu belum memberikan hasil. Tiga tahun berselang, tahun 2001 melalui kebijakan di era Megawati, pemerintah memutuskan untuk melego 51 persen saham BCA kepada publik.
Namun, Sasmito menduga adanya rekayasa dalam proses pembelian saham oleh Farallon, yang disebut-sebut sebagai perusahaan cangkang milik Budi Hartono di Singapura.
Menurut Sasmito, harga jual BCA seharusnya Rp200 triliun, namun Farallon hanya menebusnya dengan harga Rp5 triliun. Padahal, nilai aset BCA mencakup rekap obligasi senilai Rp60 triliun, bunga Rp42 triliun, totalnya lebih dari Rp100 triliun.
“Jadi hitungan saya, nilai BCA itu lebih dari Rp200 triliunan. Tapi hanya dijual Rp5 triliun. Sehingga tidak waras. Sama dengan dapat gratisan. Anda saja juga bisa jadi orang terkaya nomor satu di Indonesia seperti Budi Hartono. hari ini, nilai aset BCA mencapai 400 triliunan,” ujar Sasmito dilansir Inilah.com, Jakarta, Senin (30/12/2024).
Selanjutnya, Sasmito menuding sejumlah pejabat di era Megawati harus bertanggung jawab atas kerugian negara gara-gara jual murah BCA. Mereka adalah eks Menteri Keuangan Boediono, Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. “Boediono, Kuntjoro-Jakti (Dorodjatun), Laksamana Sukardi adalah menteri-menteri ekonomi era Megawati. Semuanya harus bertanggung jawab,” ungkapnya.
Sasmito mengaku, telah melaporkan dugaan korupsi BLBI khususnya pembelian saham mayoritas BCA kepada aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, semuanya masuk angin. Laporan kemungkinan sudah raib, masuk tong sampah.
Dia juga menganalisis temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut bahwa pada tahun 2024, BCA masih memiliki tanggungan BLBI senilai Rp26,5 triliun.
“Saya sudah 12 kali demo ke KPK langsung. Datanya juga sudah saya serahkan ke KPK. tapi enggak ada tindaklanjutnya,” tegas Sasmito.
Kali ini dia sangat berharap Presiden Prabowo Subianto untuk membuktikan pemberantasan korupsi yang selama ini didengungkan. Jika kasus megaskandal BLBI di BCA dibongkar, uang negara yang bisa disimpan cukup besar.
“Presiden Prabowo harus bisa membuktikan kemauan politik dalam memberantas korupsi-korupsi kakap. Dia pernah bilang, korupsi itu dari kepala, kalau ikan busuk itu ikut busuk juga. Jangan sampai Prabowo sami mawon dengan Jokowi yang NATO (No Action Talk Only),” ungkapnya. (rnz.aem/Jaksat)