Effendi Saman SH /aen

SELAMAT JALAN BUNG EFE….

JAKARTASATU.COM — Semalam dapat kabar duku yang mendalam EFFENDI SAMAN, Advokat Senior, yang saya kenal dekat. Sejak saya jadi jurnalis muda (Majalah D&R bersama kawan saya Moenanto (Majalah Tiras) di Bandung tahun 1994/5. Kami sama-sama meliput dan sering wawancara.

Effendi Saman (65) adalah pendiri Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN). Ia banyak terlibat perjuangan membela kaum tertindas.

“Innalillahi Wainna Illaihi Rojiun, turut berduka cita yang sebesar-besarnya atas perginya Kakanda Effendi Saman (pada Selasa, 28 Januari 2025, Pukul. 21.35 Wib), Selamat jalan….Bagi keluarga yang ditinggalkan diberikan Kekuatan serta Ketabahan, Aamiin.

Saya ingin mengutip ungkapan Effe, “Setiap orang punya hak yang sama dimata hukum..
Setiap orang dianggap mengetahui Undang-undang dan Peraturan yang sudah diberlakukan….”

Bagaimana mungkin terjadi di negeri ini UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI bersama Presiden selaku kepala pemerintahan, tetapi memicu masalah besar bagi bangsa dan rakyat.

Dalam sejarah pembentukan UU, baru kali mendapat reaksi yang luas dari rakyat dan dari berbagai komponen lapisan masyarakat. Cilakanya aspirasi dan respon publik itu tidak di indahkan oleh pembentuknya. Dan bahkan UU Sapu Jagat ini cenderung dijadikan eksperimen/percobaan bagi kelompok kepentingan. Ungkapan ini dia ungkapkan saat dia mengugat UU Cipta Kerja yang diajukan ke MK. Dimana ia pandang bahwa Ada potensi bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 / Kajian dan ulasan hukum menyeluruh akan disampaikan pada saat pengajuan permohonan Hak Uji Materi ke MK.

Effe juga pernah menulis di media ini. isinya

KPK Perencanaan Sistem Penegakan Hukum…?

Anggaran terbesar APBN adalah dari Pajak dan MIGAS, sedangkan penggunaan anggaran pembangunan infrastruktur (dana desa 25 Triliun + 40 Triliun pinjaman 3 bank BUMN/BRI,BNI, Bank Mandiri dari China sebesar 40 Triliun) tahun 2015 – Sedangkan dana Desa 46 Triliun di tahun 2016 sudah terserap dan dicairkan. Tapi angka kemiskinan dan pengangguran malah miningkat.

Potensi korupsi di Pajak, MIGAS dan pembangunan infrastruktur dan Perencanaan Pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta semestinya menjadi perhatian dan bahan Penyelidikan dan Penyidikan bagi KPK dan Penegak Hukum lainnya. Tapi kenapa KPK bungkam…?

Terhadap masalah semacam ini semestinya DPR/D melaksanakan tugas Pengawasannya, dan sebaiknya partisipasi dan peran serta Rakyat harus diefektifkan untuk mengawasi alokasi penggunaan anggaran dan melaporkan indikasi kebocoran uang Negara.

Jika pembangunan infrastruktur memerlukan kucuran dana yang cukup besar, maka alokasi penggunaan anggaran dimaksud tidak cukup dengan menempatkan perencanaan pendapatan melalui APBN atau memaksakan diri melakui pinjaman asing, kerna potensi mengembalikan uang pinjaman tersebut relatif memerlukan waktu yang lama dan panjang.

Disamping itu dana yang disalurkan di pedesaan relatif berpotensi korupsi dan bisa disalahgunakan tujuan dan peruntukanya.

Sedangkan sistem pengawasan terhadap pengguna anggaran infrastruktur dimaksud harus lebih progresif melibatkan lembaga penegak hukum seperi kepolisian dan KPK. Serta harusnya melibatkan peran serta dan partisipasi Rakyat.

Jika pembangunan infrastruktur memerlukan kucuran dana yang cukup besar, maka alokasi penggunaan anggaran dimaksud tidak cukup dengan menempatkan perencanaan pendapatan melalui APBN atau memaksakan diri melakui pinjaman asing, kerna potensi mengembalikan uang pinjaman tersebut relatif memerlukan waktu yang lama dan panjang.

Disamping itu dana yang disalurkan di pedesaan relatif berpotensi korupsi dan bisa disalahgunakan tujuan dan peruntukanya.

Sedangkan sistem pengawasan terhadap pengguna anggaran infrastruktur dimaksud harus lebih progresif melibatkan lembaga penegak hukum seperi kepolisian dan KPK. Serta harusnya melibatkan peran serta dan partisipasi Rakyat. (-EFFENDI SAMAN, Pengacara Senior) https://jakartasatu.com/2020/10/16/hukum-sebagai-keniscayaan/

Effendi Saman SH /aen

Kemudian, Effendi Saman, juga sempat membantu kawan-kawan seniman di TIM, selaku advokat senior menceritakan tiga hal penting pada masa orde baru, yaitu kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan mendapatkan informasi.

Mendasar pada data bahwa Indonesia telah mampu menekan angka kemiskinan ekstrem dengan penghitungan USD 1,9 PPP per hari, demokratisasi prosedural sudah didapatkan namun substansinya tidak diharapkan.

“Bersyukurlah Anda di sini termasuk bagian yang keluar dari kemiskinan itu sendiri. Oleh karena itu, saya melihat bahwa substansi demokratisasi itu, sama seperti yang dikatakan Mujib dan Marlin tadi, sama sekali belum tercapai,” tukas Effendi.

Nama Effendi juga dikenal sebagai pemebla rakyat kasus Badega, Garut, Cimacan, Kacapiring, dan sejumlah kasus lainnya. Bahkan Effe juga membel para kaus Ojol dan kasus Pinjol atau Praktik Pinjaman Online Ilegal sudah sangat meresahkan masyarakat.

Yang jadi fenomena Effe telah mampu membongar kasus Migas di lingkungan SKK Migas.

Selamat jalan, Bang Effe .. Kami kehilanganmu adalah duka yang mendalam bagi kami. (aen)***