Hizbullah Indonesia:
SAATNYA MELAWAN PRABOWO (8): Nasib Rezim Drakula: Ketinggalan Era Free Trade, Menghadapi Era Perang Tarif, Ekonomi Menjadi Gelap Gulita…
Sri-Bintang Pamungkas
Kembali ke sana atau ke mari yang harus disalahkan sebagai Bangsat ya Amien Rais yang mengganti UUD 1945; tentu termasuk para anggota DPR/MPR 99/04 dengan segenap Fraksinya. Lalu ada Mega, SBY, Wiwik kemudian Wowok beserta komplotannya yang menghancurkan Rakyat, Bangsa dan Negara. Tapi yang Goblog dan patut Dikasihani, ya si Sri…. Karena dialah tokoh Ekonom Pembangunan, sisa-sisa Mafia Berkeley…
Industrialisasi yang menjadi Tulang-Punggung setiap Negara memang berjalan lambat di Era Soeharto. Sekalipun begitu, Soeharto sudah memulainya: muncul Astra dengan industri otomotifnya yang memulai Industrialisasi Substitusi Impor. Sedang masa Industri Promosi Expor baru terbatas pada jual minyak mentah, kayu log dari hutan-hutan tropis dan bahan galian mineral.
Ada dua kejutan besar di Era Soeharto, yaitu munculnya IPTN dengan pesawat CN 235-nya yang bisa diexpor. Tapi CN 250 jatuh di depan mata Pak Harto; dan N 2130 berakhir mangkrak. Texmaco juga muncul dalam industri teknologi Pertextilan, Sepeda Motor, Truk, Bus, Traktor, Sedan dan Mesin Komputer made in Indonesia. Tapi semuanya habis berantakan karena Krisis Moneter, dan karena akibat-akibatnya tidak ditangani dengan baik oleh Habibie, Gus Dur dan Mega. Sesudah itu, Industrialisasi di Indonesia hampir dibilang Macet Total.
Lalu muncul Era Sri Mulyani. Seperti di Era Mafia Berkelay, Sri memang Ekonom tulen yang buta Industri. Dia pegang Keuangan Negara, tetapi tidak tahu bagaimana menggandakan pendapatan negara serta menumbuhkembangkan perekonomian lewat industrialisasi sebagai sumber Keuangan Negara. Dia hanya sibuk dengan gali-utang-tutup-utang dan menstabilkan nilai tukar Rupiah. Padahal itu semua akan menjadi beres, apabila industrialisasi berjalan, tumbuh dan berkembang. Si Sri, juga SBY dan Wiwik, menyia-nyiakan kesempatan 20 tahun untuk Indonesia menjadi Negara Industri.
Selama Era Soeharto sampai 2004 Neraca Pembayaran Indonesia yang menghitung masuk-keluarnya Devisa selalu negatif… Itu karena industri kita jeblog, dan industrialisasi tidak jalan, apalagi tumbuh dan berkembang…
Neraca Perdagangan Barang memang masih kadangkala positif. Tetapi memasuki Neraca Jasa, semuanya menjadi negatif, terlalu banyak Dollar keluar. Itulah sebabnya kita harus ngutang Dollar dari luar negeri (LN). Kalau saja expor barang kita sangat tinggi, sementara impor barang lumayan rendah, maka kenegatifan Neraca Pembayaran tadi bisa ditutup. Itulah gunanya Industrialisasi Promosi Expor dan Substitusi Impor. Kalau investasi Alat-alat Perkakas berjalan baik, maka dari jarum, pisau dapur sampai Drone bisa dibikin dan tak perlu impor!
Demikian pula kwalitas Sumber Daya Manusia kita perlu ditingkatkan untuk menanggulangi Industri Jasa yang amat boros Devisa, seperti belajar ke LN; berobat ke LN; Obat-obatan dari LN; membengkelkan pesawat ke LN; juga menyewa kapal dan kargo dari LN. Demikian pula beli Alutsista dari LN, menggali minyak pakai Peralatan dan Ahli LN; menggali mineral pakai Alat-alat dan Ahli dari LN; mengolah mineral juga pakai Alat-alat dan Ahli dari LN; Galian Timah, Nikel, Emas, Batubara dan lain-lain dijual murah ke LN; Listrik kita masih “byar-pet” akibat rencana Energi Alternatif dan Nuklir menghilang; Air-Minum masih memompa dari tanah; mengolah sawah masih pakai Sapi dan Kerbau; memanen padi masih pakai Ani-ani dan …. seribu-satu persoalan yang intinya “Ketidakmampuan Sumberdaya Manusia” dalam industri, dan “Ketidakmampuan menguasai Teknologi”. Ada kesempatan, tapi 20-50 tahun tak dimanfaatkan… Karenanya Devisa tidak masuk, bahkan lari keluar; maka Rupiah pun jatuh terus sampai sekarang.
Memang ada perusahaan-perusahaan besar yang sahamnya bisa menarik Dollar. Banyak usaha-usaha yang bagus itu milik Asing, tapi posisinya sangat tergantung, selain pada Dunia, juga pada Politik DN. Kalau, KKN jalan terus, Rezim Drakula terus bikin berbagai Kebijakan Oplosan dan Ugal-ugalan, terutama 3 bulan terakhir ini, maka kepercayaan para Investor dan Asing hilang, dan tidak mau beli saham Indonesia; terjadi aksi menjuali saham dan divestasi, lalu IHSG jatuh. Indonesia dirusak sendiri oleh perilaku para Presidennya dan para Elit Politik Mumi Hidupnya.
Selama 20 tahun lebih terakhir kesempatan dibuat sia-sia: Kekayaan Republik dirampok para Cina Hoakiauw dan para Penjabat. Rakyat miskin, teraniaya menjadi kéré, serasa dijajah oleh Bangsa sendiri dan oleh para pendatang. Sekalipun kaya-raya, Sri memang kasihan juga ditipu kiri-kanan oleh sesama Menteri Gombal. Kalau ingat kasus Bank Century, ditipu juga si Sri oleh SBY. Semua Presiden pasca UUD 1945 itu Brengsek bin Gombal.
Sekarang mulai 2025, diawali oleh Trump, berlaku Trade War dalam bentuk Perang Tarif gila-gilaan di Dunia. Barang-barang Indonesia yang murah akan dikenakan tarif tinggi dari negara-negara asing, sehingga tidak laku dan menghasilkan Devisa. Kalau 50 tahun yang lalu, atau 20 tahun yang lalu saja, kita sudah bisa membangun industri yang produk-produknya punya keunggulan kompetitif di Dunia, karena bahan-bahan bakunya ada semua di NKRI, maka kita bisa menghadapi Perang Tarif dengan tenang.
Tetapi sekarang, produk yang mau dijual saja tidak ada… Sebaiknya Sri Mulyani turun saja, biarkan Drakula Wiwik-Wowok dan para Mumi Hidup juga ikut berjatuhan… Maka dengan semangat perjuangan, kita bisa kembali ke Pancasila dan UUD 1945… dan mulai Menata Negara Proklamasi 45…
Jakarta 20 Maret 2025
@SBP