xcom@thozenk
xcom@thozenk

Statistik Satir Keunggulan Timnas Indonesia vs Australia

Oleh: Wahyu Ari Wicaksono, Storyteller
Friedrich Nietzsche pernah berkata, “Manusia sering kali lebih suka kebohongan yang menenteramkan daripada kebenaran yang menyakitkan.” Namun, para netizen Indonesia tampaknya menolak kebohongan yang nyaman dan justru memilih kenyataan pahit untuk dijadikan bahan hiburan. Jelang laga prakualifikasi Piala Dunia antara Indonesia dan Australia, muncul statistik yang membuktikan bahwa kita lebih unggul dalam segala aspek… yang seharusnya tidak kita banggakan.
Dalam dunia sepak bola, keunggulan biasanya diukur dari jumlah gol, umpan akurat, atau kekuatan fisik pemain. Namun, kita bangsa yang unik. Daripada sibuk membandingkan statistik pemain, netizen malah membuat tabel yang menunjukkan keunggulan Indonesia dalam jumlah pengangguran, kemiskinan, kasus korupsi, kriminalitas, putus sekolah, ketidakadilan hukum, hingga utang negara.
Bila sepak bola adalah metafora kehidupan, maka statistik ini adalah epik tragedi yang dikemas dalam format infografis. Bukan hanya unggul, tetapi superior! Indonesia memimpin dengan 7,5 juta pengangguran dibandingkan dengan Australia yang hanya punya 600 ribu. Sungguh angka yang menggetarkan! Apakah ini berarti kita punya lebih banyak waktu luang untuk menonton pertandingan dan mendukung timnas? Siapa tahu!
Kemiskinan? 24 juta versus 3 juta. Mungkin kita bisa mengklaim bahwa Indonesia adalah bangsa yang lebih tangguh karena telah berhasil hidup dalam ketidakpastian ekonomi dengan semangat gotong royong. Dalam kata-kata Charles Dickens, “Ini adalah zaman terbaik, ini adalah zaman terburuk.” Tapi bagi rakyat kecil, sepertinya lebih banyak “terburuk”-nya.
Sementara itu, dalam kategori yang lebih elit, yaitu korupsi, Indonesia juga unggul jauh dengan 2.730 kasus dibandingkan dengan Australia yang hanya 70 kasus. Seorang politisi senior mungkin akan berkata, “Itu tandanya birokrasi kita lebih aktif!” Dengan angka ini, kita seperti Lionel Messi dalam urusan menyusun skema anggaran yang misterius.
Kriminalitas? 510 ribu versus 40 ribu. Ini artinya, jika kriminalitas adalah cabang olahraga baru, kita sudah juara dunia!
IST
IST
Persoalan pendidikan pun tak mau kalah. Indonesia memimpin dengan 23% angka putus sekolah, dibandingkan dengan Australia yang hanya 0,5%. Mungkin ini bukti bahwa sistem pendidikan kita dirancang lebih fleksibel—memungkinkan banyak anak muda untuk segera terjun ke dunia nyata tanpa perlu pusing dengan ujian dan PR. Pendidikan itu penting, tapi siapa yang butuh ijazah kalau bisa viral di TikTok?
Di bidang hukum, kita juga tak tertandingi. Dalam indeks keadilan hukum, Indonesia duduk nyaman di peringkat 59 dunia, sementara Australia ada di peringkat 13. Dalam istilah sepak bola, ini seperti kita bermain di kasta terendah sementara mereka sudah di Liga Champions.
Dan sebagai cherry on top, utang negara kita menyentuh angka 8.680 triliun, jauh mengungguli Australia yang hanya 1.615 triliun. Mungkin ini pertanda bahwa kita adalah bangsa yang optimis—karena hanya orang yang benar-benar yakin dengan masa depan yang berani berutang sebesar itu!
Netizen memang kreatif. Mereka bisa mengubah statistik yang memprihatinkan menjadi bahan komedi yang menusuk. Dengan modal sedikit Photoshop dan banyak kepedihan, lahirlah kritik sosial yang lebih tajam dari pidato-pidato politisi. Seperti kata George Orwell, “Di zaman penipuan universal, mengatakan kebenaran adalah tindakan revolusioner.”
Jadi, apakah Indonesia siap menghadapi Australia di lapangan hijau? Mungkin siap, mungkin tidak. Tapi satu hal yang pasti, dalam urusan mengubah kesedihan menjadi satire, kita adalah juaranya. Setidaknya, kalau tidak bisa menang di Piala Dunia, kita masih bisa menang di kejuaraan humor kelas dunia.
Karena, pada akhirnya, seperti kata Samuel Beckett, “Coba lagi. Gagal lagi. Gagal lebih baik.”
Salam sepak bola, salam realitas! Tabik.