Pegiat Seni: Segera Lakukan Reformasi Kebudayaan untuk Wujudkan Perubahan Negara

JAKARTASATU.COM — Memperingati 25 tahun reformasi, Forum Seniman Peduli TIM menggelar acara yang mewadahi performArt atau penampilan seni yang diselingi dengan testimoni seputar Reformasi di Posko #SaveTIM, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Minggu (21/5).

Mujib Hermani menceritakan awal mula perjalanan ditangkapnya para seniman pada rezim Soeharto. Ia mengatakan, para pegiat seni terlalu asik berdiskusi dengan internal sehingga tidak terpikir untuk segera melakukan reformasi kebudayaan.

“Sudah saatnya 25 tahun reformasi ini, semangat itu yang harus kita tumbuhkan kembali. Kita akan segera mungkin, kawan-kawan komunitas lain yang ada di Jabodetabek dan sekitarnya, untuk segera melakukan reformasi di dunia seni budaya. Konkretnya, perkecil lagi, kita reformasi kembali itu akademi Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta,” tegas Mujib.

Hal ini, menurutnya, harus segera ditangani untuk mencegah oligarki kesenian yang turun temurun agar menciptakan sastrawan dari generasi muda.

Kemudian, Effendi Saman, selaku advokat senior menceritakan tiga hal penting pada masa orde baru, yaitu kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan mendapatkan informasi.

Mendasar pada data bahwa Indonesia telah mampu menekan angka kemiskinan ekstrem dengan penghitungan USD 1,9 PPP per hari, demokratisasi prosedural sudah didapatkan namun substansinya tidak diharapkan.

“Bersyukurlah Anda di sini termasuk bagian yang keluar dari kemiskinan itu sendiri. Oleh karena itu, saya melihat bahwa substansi demokratisasi itu, sama seperti yang dikatakan Mujib dan Marlin tadi, sama sekali belum tercapai,” tukas Effendi.

Effendi yakin bahwa kesenian dapat membawa perubahan negara. “Hambatan yang menghalangi hal tersebut adalah alokasi anggaran yang tidak pernah diberikan secara signifikan,” pungkas Effendi. (oct/CR-JAKSAT)