JAKARTASATU.COM– Buku karya Prof Didin Damanhuri yang berjudul “Ekonomi Politik Indonesia dan Antarbangsa”, hari ini, Senin (1/7/2024), diluncurkan, di NATAN Book Store dan Café, Jalan Cisanggiri V No. 12, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain diluncurkan, buku tersebut juga didiskusikan dengan beberapa orang penanggap, seperti Wijayanto Samirin, Fadil, dan Nasir Tamara.
Penjelasan singkat isi buku Prof Didin antara lain membongkar Gross Domestic Product/GDP Oriented dan basis Liberalisme dalam Pembangunan.
GDP itu menurut dia, harusnya hanya sebagai indikator, di mana para Pelakunya (Negara, Swasta, BUMN, UMKM dan Koperasi) berperan membangun Struktur Ekonomi Nasional (Industri, Agro-Maritim, digital dan seterusnya.) yang sehat dan berkemandirian.
“Dengan demikian, peran modal asing yang masuk lebih sebagai komplemen untuk memperkuat struktur ekonomi nasional tersebut. Karenanya, pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan kelembagaan lainnya (sosial budaya, keluarga, peran agama dan seterusnya) jadi landasan untuk memperkuat struktur ekonomi nasional yang pada gilirannya menjamin pemerataan dan pertumbuhan berkelanjutan. Gagasan lain dibahas tentang makna Degrowth,” demikian penjelasan singkat isi buku.
“Di tingkat nasional, apa yang menjadi kebijakan mengutamakan pengembangan non-ekonomi yang membahagiakan warga. Antara lain membangun kegiatan seni budaya tiap RW dan pentas musik tiap akhir pekan serta membangun ruang-ruang rekreasi (taman Jomlo, dll) di Bandung era Ridwan Kamil. Juga banyak dibangun taman-taman rekreasi dan ruang hijau serta pedestrian-pedestrian yang lebar dan dihiasi bunga-bunga di DKI era Anies Baswedan,” lanjutannya.
Sementara, di berbagai negara seperti di Kuba dibangun Pertanian Organik yang masif, juga dihasilkan perawat-perawat dan dokter-dokter yang massif untuk kesehatan rakyat.
“Di Jepang dengan 90 persen pekerjaan industri dikerjakan oleh UMKM, pembangunan infrastruktur dan kelembagaan yang menghasilkan Happyness Index tertinggi di dunia di negara-negara Scandinavia dan lain-lain.”
Itu yang dikategorikan the Others (Heterodox) dalam paradigma Pembangunan.
Sementara secara agregat ada gejala Persistensi dan Resiliensi ratusan Ekonomi-ekonomi lokal yang ia populerkan secara agregatif dengan istilah Nusantaranomics.
“Ke semua itu adalah gambaran Approach of Degrowth dalam Pembangunan,” imbuhnya.
Negara berkembang pun menurut Didin telah menjadi korban GDP oriented, yang pada akhirnya ia jadikan sebagai alat kritik (dalam buku).
“Pembangunan era Soeharto memang GDP oriented tetapi tidak menimbulkan ketimpangan tinggi. GDP itu intinya adalah negara yang percaya dengan modal finansial,” katanya.
Ia khawatir, kalau GDP oriented ini dibiarkan maka Indonesia Emas 2045 rasanya takkan diraih. “Yang ada malah middle income trap/perangkap pendapatan menengah,” imbuhnya.
Peluncuran dan diskusi diselenggarakan Komunitas Rembuk Isu dan Puisi Taman. (RIS)