JAKARTASATU.COM — Pengurus Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM Jakarta) menunjukkan keseriusannya untuk menempuh jalur hukum terkait dugaan pelecehan yang dilakukan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Basuki Indra alias Zhong Wan Xie alias Ahok. Setelah pada 6 Januari 2014 dipersulit pelaporannya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jakarta, Ibnu dan aktivis lain IMM Jakarta pada Kamis ini (9/10 melaporkan Ahok ke Bareskrim Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Menurut mereka, Ahok telah menghina organisasi umat Islam terbesar di Indonesia, bahkan mungkin di dunia: Muhammadiyah. Ahok mengatakan Muhammadiyah munafik karena menentang legalisasi pelacuran, seperti diberitakan beberapa media, antara lain tempo.co pada 31 Desember 2013 lalu, yang berjudul “Soal Legalisai Pelacuran, Ahok: Jangan Munafik”.
“Kami sebagai organisasi otonomi Muhammadiyah merasa tersakiti oleh perkataan Ahok. Ini sikap kami agar Ahok tak gampang melecehkan. Kami sudah serahkan bukti-buktinya,” ujar Ibnu.
Ketika berita ini ditulis, Ibnu yang dihubungi merasa kaget dengan pemberitaan suatu media online, yang menggunakan istilah “pribumi” dan “Tionghoa” seolah itu adalah perkataan dirinya. “Saya tidak pernah mengatakan Ahok melecehkan pribumi dan tidak pernah menyebut Ahok sebagai pria keturunan Tionghoa. Bagi kami, siapa pun dia, apa pun etnisnya, yang melecehkan atau memfitnah Muhammadiyah akan kami tentang dan kalau perlu kami perkarakan lewat jalur hukum,” kata Ibnu.
Sebenarnya, Ahok bukan sekali ini saja dilaporkan ke polisi. Pada 22 Juli 2013 lalu, misalnya, Seorang warga Fatmawati, Jakarta Selatan, bernama Liues Sungkharisma juga membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya. Liues melaporkan dugaan penipuan melalui internet oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dalam laporan yang bernomor TBL/2504/VII/2013/PMJ/Ditreskrimsus, Liues melaporkan Ahok atas kejadian pada 18 Juli dan 20 Juli 2013 di Jakarta Barat. Ahok dilaporkan telah melakukan penipuan melalui internet. Tapi, entah kenapa, kasus ini kemudian seolah sirna ilang kertaning bumi.
Pada awal Desember lalu, IMM Jakarta juga pernah berunjuk rasa terkait upaya meminta Ahok mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya semasa menjadi Bupati Belitung Timur.
Siaran pers IMM Jakarta ketika itu mengungkapkan, Ahok bukanlah sosok pemimpin yang seperti selama ini diketahui umumnya warga Jakarta: bersih dan bijaksana, walau mudah naik darah. “Dari rekam jejaknya sebelum jadi wakil gubernur, kita bisa melihat Ahok itu pemimpin yang ambisius dan oportunistis. Kita tahu, belum lagi ia menunaikan dengan tuntas amanahnya sebagai Bupati Belitung Timur, Ahok kemudian mencalonkan diri menjadi Gubernur Bangka-Belitung dan kalah. Lalu mencalonkan diri lagi pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara dan kalah lagi,” kata Ibnu Misbakhul Hayat dalam siaran pers tersebut.
Sebelum menjadi Bupati Belitung Timur, tulis siaran pers itu, Ahok adalah anggota DPRD untuk priode 2004-2009. “Tapi, baru beberapa bulan menjadi anggota DPRD, Ahok ikut pemilihan Bupati Beltung Timur dan menang. Ahok pun meninggalkan kepercayaan rakyat yang telah memilih dirinya. Begitu pula waktu dia juga terpilih sebagai anggota DPR untuk priode 2009-2014. Belum lagi genap tiga tahun di DPR, Ahok kemudian lebih memilih menjadi calon wakil gubernur,” ungkap Ibnu lagi.
Padahal, lanjut Ibnu, ketika menjadi anggota Komisi II DPR, Ahok bersama Abdul Hakam Naja pernah berjanji menindaklanjuti laporan Bupati Tulangbawang Provinsi Lampung, Fauzan Syai’e, terkait sengketa tanah di empat kecamatan Tulangbawang antara masyarakat dan perusahaan besar PT Sugar Group Companies, produsen Gulaku. Tapi, Naja dan Ahok rupanya berbohong, tak pernah merealisasi janji mereka sebagai wakil rakyat.
“Bahkan, semasa masih menjadi pengusaha pasir kuarsa, belum terjun ke dunia politik, Ahok pernah menjadi tersangka dalam kasus penyerobotan hutan lindung Gunung Nayo secara ilegal dan melanggar hukum, di Provinsi Bangka-Belitung,” tutur Ibnu.
Namun, belum lagi masuk pengadilan, tambah Ibnu, kasus yang melibatkan Ahok—yang memiliki nama asli Zhong Wan Xie dan kemudian berganti nama menjadi Basuki Indra dan ganti lagi menjadi Basuki Tjahja Purnama—tersebut seolah hilang ditelan bumi. “Padahal, pada tahun 2011, kasus itu sudah akan masuk pengadilan. Menurut sumber kami, di belakang bebasnya Ahok ada kuasa Gubernur Bangka-Belitung, Eko Maulana. Diduga ada persekongkolan jahat di antara keduanya, yakni Ahok tidak akan diusut, asalkan dia membatalkan pencalonannya sebagai Gubernur Bangka-Belitung pada tahun 2012,” ungkap Ibnu.
Kronologinya, ungkap Ibnu, Mabes Polri Mabes pada tahun 2010 memeriksa Ahok dalam kasus perusakan hutan lindung dan penambangan ilegal di Gunung Nayo. Awal, 2011 Mabes Polri melimpahkan pengusutan kasus tersebut ke Polda Bangka-Belitung. Lalu, Polda Bangka Belitung bersama dinas pertambangan dan dinas kehutanan provinsi melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa lokasi penambangan pasir kuarsa dari 4 perusahaan Ahok itu berada di tengah- tengah kawasan hutan lindung Gunung Nayo.
“Yang diusut adalah operasional penambangan liar yang dilakukan empat perusahaan Ahok dari 1992 sampai 1998. Ahok baru hentikan pencurian dan perusakan hutan lindung itu pada tahun 2001,” ujar Ibnu.
Berdasarkan hasil uji olah tempat kejadian perkara (TKP), lanjut Ibnu, ditemukan bukti empat perusahaan Ahok berada di tengah-tengah hutan lindung. Ini dibuktikan dengan koordinat GPS dari tim penyidik. “Berdasarkan Peta 410, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 410 Tahun 1986, dan Peta 357, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357 Tahun 2004, terbukti bahwa operasional empat perusahaan Ahok melanggar undang-undang dan diancam hukuman penjara maksimum 12 tahun,” kata Ibnu lagi.
Berita acara pemeriksaan pun telah dibuat dan kasusnya akan segera dilimpahkan ke pengadilan karena sudah dinilai cukup bukti (P21). “Tapi, tiba- tiba kasus itu hilang, tak terdengar lagi di mana rimbanya. Ada apa ini?” ujar Ibnu.
Selain itu, menurut Ibnu lagi, Ahok juga diduga terlibat dalam korupsi penerbitan surat keterangan tanah palsu untuk dijadikan lahan pelabuhan KPLP Belitung Timur. “Akibat kasus ini, Khairul Efendi yang meneruskan jabatan Ahok sebagai Bupati Belitung Timur diseret ke pengadilan dan dihukum penjara tiga tahun. Padahal, itu adalah proyek Ahok,” tutur Ibnu.
“Ahok itu koruptor! Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi harus memeriksa dan menangkap Ahok, menyeret Ahok ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selama ini, dia ternyata hanya berpura-pura bersih,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) DKI Jakarta, Ibnu Misbakhul Hayat, ketika hubungi lewat pesan pendek.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPD IMM DKI Jakarta rencananya hari ini akan menggelar aksi unjuk rasa di Balaikota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan. Mereka akan meminta Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya semasa menjadi Bupati Belitung Timur.
Dalam siaran pers itu, DPD IMM DKI Jakarta mengungkapkan, Ahok bukanlah sosok pemimpin yang
seperti selama ini diketahui umumnya warga Jakarta: bersih dan bijaksana, walau mudah naik darah. “Dari rekam jejaknya sebelum jadi wakil gubernur, kita bisa melihat Ahok itu pemimpin yang ambisius dan oportunistis. Kita tahu, belum lagi ia menunaikan dengan tuntas amanahnya sebagai Bupati Belitung Timur, Ahok
kemudian mencalonkan diri menjadi Gubernur Bangka-Belitung dan kalah. Lalu
mencalonkan diri lagi pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara dan kalah lagi,”
kata Ibnu, seperti tertuang dalam siaran pers tersebut.
Sebelum menjadi Bupati Belitung Timur, tulis siaran pers itu, Ahok adalah anggota DPRD
untuk priode 2004-2009. “Tapi, baru beberapa bulan menjadi anggota DPRD, Ahok
ikut pemilihan Bupati Belitung Timur dan menang. Ahok pun meninggalkan
kepercayaan rakyat yang telah memilih dirinya. Begitu pula waktu dia juga
terpilih sebagai anggota DPR untuk priode 2009-2014. Belum lagi genap tiga
tahun di DPR, Ahok kemudian lebih memilih menjadi calon wakil gubernur,” ungkap
Ibnu lagi.
Padahal, lanjut Ibnu dalam siaran persnya, ketika menjadi anggota Komisi II DPR, Ahok
bersama Abdul Hakam Naja pernah berjanji untuk menindaklanjuti laporan Bupati
Tulangbawang Provinsi Lampung, Fauzan Syai’e, terkait sengketa tanah di empat
kecamatan Tulangbawang antara masyarakat dan perusahaan besar PT Sugar Group
Companies, produsen Gulaku. Tapi, Naja dan Ahok rupanya berbohong, tak pernah
merealisasi janji mereka sebagai wakil rakyat.
“Bahkan, semasa masih menjadi pengusaha pasir kuarsa, belum terjun ke dunia politik,
Ahok pernah menjadi tersangka dalam kasus penyerobotan hutan lindung Gunung
Nayo secara ilegal dan melanggar hukum, di Provinsi Bangka-Belitung,” tutur
Ibnu.
Namun, belum lagi masuk pengadilan, tambah Ibnu, kasus yang melibatkan Ahok—yang memiliki nama asli Zhong Wan Xie dan kemudian berganti nama menjadi Basuki Indra dan ganti lagi menjadi Basuki Tjahja Purnama—tersebut
seolah hilang ditelan bumi. “Padahal, pada tahun 2011, kasus itu sudah akan
masuk pengadilan. Menurut sumber kami, di belakang bebasnya Ahok ada kuasa
Gubernur Bangka-Belitung, Eko Maulana. Diduga ada persekongkolan jahat di
antara keduanya, yakni Ahok tidak akan diusut, asalkan dia membatalkan pencalonannya
sebagai Gubernur Bangka-Belitung pada tahun 2012,” ungkap Ibnu.
Kronologinya, ungkap Ibnu, Mabes Polri Mabes pada tahun 2010 memeriksa Ahok dalam kasus perusakan
hutan lindung dan penambangan ilegal di Gunung Nayo. Awal, 2011 Mabes Polri
melimpahkan pengusutan kasus tersebut ke Polda Bangka-Belitung. Lalu, Polda Bangka
Belitung bersama dinas pertambangan dan dinas kehutanan provinsi melakukan
penyelidikan dan menemukan bahwa lokasi penambangan pasir kuarsa dari 4 perusahaan
Ahok itu berada di tengah- tengah kawasan hutan lindung Gunung Nayo.
“Yang diusut adalah operasional penambangan liar yang dilakukan empat
perusahaan Ahok dari 1992 sampai 1998. Ahok baru hentikan pencurian dan
perusakan hutan lindung itu pada tahun 2001,” ujar Ibnu.
Berdasarkan hasil uji olah tempat kejadian perkara (TKP), lanjut Ibnu,
ditemukan bukti empat perusahaan Ahok berada di tengah-tengah hutan lindung.
Ini dibuktikan dengan koordinat GPS dari tim penyidik. “Berdasarkan Peta 410,
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 410 Tahun 1986, dan Peta
357, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357 Tahun 2004, terbukti bahwa operasional empat perusahaan Ahok melanggar undang-undang dan diancam hukuman penjara maksimum 12 tahun,”
kata Ibnu lagi.
Berita acara pemeriksaan pun telah dibuat dan kasusnya akan segera dilimpahkan
ke pengadilan karena sudah dinilai cukup bukti (P21). “Tapi, tiba- tiba kasus
itu hilang, tak terdengar lagi di mana rimbanya. Ada ini?” ujar Ibnu.
Selain itu, menurut Ibnu lagi, Ahok juga diduga terlibat dalam korupsi penerbitan surat
keterangan tanah palsu untuk dijadikan lahan pelabuhan KPLP Belitung Timur. “Akibat
kasus ini, Khairul Efendi yang meneruskan jabatan Ahok sebagai Bupati Belitung
Timur diseret ke pengadilan dan dihukum penjara tiga tahun. Padahal, itu adalah
proyek Ahok,” tutur Ibnu.(sumber asatunewscom/JKST/BB)