Ferdinand Hutahaean

Pemerintah kembali memancing reaksi publik atas kontroversi status kewarganegaraan Archandra Tahar sang mantan Menteri ESDM yang pernah bertugas 20 hari dan kemudian diberhentikan karena ternyata AT memang bukanlah Warga Negara Indonesia sebagaimana syarat yang diatur didalam UU.

Pemberhentian AT pada saat itu adalah pengakuan sah kepada publik bahwa Presiden telah melakukan pelanggaran UU dan pelanggaran itu mengakibatkan status AT sebagai menteri cacat hukum. Kemudian apakah DPR akan menindaklanjuti secara konstitusional pelanggaran UU tersebut? Biarlah DPR menilai dirinya apakah masih layak disebut sebagai lembaga pengawasan. Mungkin juga ini menjadi biasa karena terjadi pelanggaran UU secara berjaamah antara Pemerintah dan Legislatif.

Menteri Hukum Yasona Laoly H dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa Pemerintah telah meneguhkan kembali status WNI Archandra Tahar. Inilah yang membuat status WNI Archandra kemudian akan rentan gugatan pembatalan di Pengadilan Tata Usaha Negara. UU No. 12 Tahun 2006 tidak mengenal istilah meneguhkan kewarga negaraan. Tapi setiap warga negara asing harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Presiden untuk mendapatkan status sebagai WNI. Kemudian Kumham akan menindaklanjutinya dengan memenuhi semua persyaratan dalam UU No.12 tentang tata cara mendapatkan status WNI. Pertanyaannya, mengapa pemerintah meneguhkan status WNI Tahar jika yang bersangkutan tidak pernah mengajukan secara tertulis? Ini pertanyaan yang mungkin saja salah mungkin juga benar AT tidak pernah mengajukan atau mungkin saja permohonan kemudian di buat tanggal mundur setelah baca artikel ini. Keyakinan kita bahwa peneguhan status WNI Tahar cacat hukum adalah karena AT maupun pemerintah tidak pernah menyatakan ke publik bahwa AT telah mengajukan permohonan untuk menjadi WNI karena status AT sudah menjadi Warga Negara Asing.

Ada beberapa argumen yang disampaikan oleh Men Kumham membela dirinya dan AT. Berdasar info bahwa status WNA Tahar resmi dicabut Amerika dan diketahui berdasar surat dari kedutaan Amerika tanggal 31 Agustus 2016, dan kemudian status WNI Tahar digetuhkan tanggal 1 September 2016. Disinilah muncul kontroversi dan polemik. Artinya kita menjadi sangat yakin bahwa AT tidak mengajukan diri untuk mendapatkan status WNI tetapi atas inisiatif pemerintah. Ini salah dan cacat hukum karena melanggar UU No. 12 tahun 2006.

Kemudian juga status Tahar selama diberhentikan jadi menteri ESDM, AT belum jadi WNI tapi mengapa pemerintah membiarkan AT bebas melakukan kegiatan tanpa dilarang oleh Ditjen Imigrasi? Negara telah gagal menegakkan aturan dan secara sengaja tidak mau menegakkan aturan. Mestinya Tahar harus dicatat sebagai pengungsi bila kemudian tidak punya status kewarganegaraan dan diurus UNHCR. <b>Pemerintah tidak boleh gunakan kalimat meneguhkan dengan alasan supaya tidak stateless</b>. Olimpiade yang baru berlalu di Brazil bahkan mengakui yang tidak punya kewarganegaraan dan berprestasi.

Presiden kami sarankan supaya hati – hati dalam kaitan Archandra, palagi ingin mengangkat kembali AT sebagai Menteri.Jangan sampai nanti AT dan kabinet tidak bisa bekerja secara kondusif bila ada gugatan ke PTUN atas status WNI Tahar. Presiden harus mengkaji lebih jauh dan harus berpikir ulang untuk mengangkat AT menjadi Menteri ESDM lagi. Status WNI Tahar adalah cacat hukum dan ini tentu akan menjadi kegaduhan dalam kabinet. Presiden juga mesti memahami bahwa Hak Prerogratif itu bukan hak suka-suka. Prerogratif itu tidak bebas semaunya karena implementasinya harus melihat UU yang berlaku. Tidak bisa hak prerogratif menabrak UU. Hak Prerogratif harus mengikuti norma hukum lain yang berlaku.

Kami yakin Presiden akan cukup bijak kali ini dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Semoga Presiden tidak dijerumuskan oleh orang-orang disekelilingnya.
Kita tentu senang jika anak-anak bangsa yang terlanjur murtad kebangsaan kembali kepangkuan negara, tapi harus dengan cara sesuai ketentuan.

9/9/16