OLEH Fahmy Radhi *)
Pencopotan “Matahari Kembar”, Direktur Utama (Dirut) dan Wakil Dirut Pertamina, rupanya belum menyelesaikan kisruh kepemimpinan Pertamina. Bahkan, penciptaan Matahari Kembar justru menyisakan permasalahan perkubuan di anatra keduanya di tubuh Pertamina. Perkubuan di internal Pertamina itu ternyata masih berlanjut, meskipun Dwi Sutjipto dan Ahmad Bambang telah dicopot dari jabatannya.
Sulit disangkal bahwa kisruh kepemimpinan di Pertamina diduga sengaja direkayasa, yang diawali dengan membentuk struktur baru Wakil Direktur Pertamina. Tidak bisa dihindari, rekayasa penciptaan Matahari Kembar telah menyebabkan pertentangan antara Dirut dan Wakil Dirut Pertamina. Pertentangan itu dijadikan justifikasi untuk mencopot keduanya, sekaligus menghapus jabatan Wakil Dirut karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Untuk mengisi kekosongan jabatan Dirut Pertamina, Dewan Komisaris memutuskan untuk mengangkat Yenni Andayani, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) selama 30 hari, terhitung sejak 3 Februari 2017.
Yenni mestinya menjabat Plt Dirut Pertamina hingga 3 Maret 2017. Namun, jabatan Yenni sebagai Plt Dirut ternyata diparpanjang lagi selama 30 hari ke depan. Alasannya, Presiden Joko Widodo belum memilih calon Dirut dari beberapa calon internal Pertamina, yang sudah disodorkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Menurut Rini, Joko Widodo meminta untuk memasukan juga beberapa calon Dirut dari eksternal Pertamina.
Ditundanya penetapan Dirut Pertamina definitif menyebabkan pertentangan kedua kubu di Pertamina semakin meruncing, akibat adanya beberapa keputusan strategis yang diputuskan oleh Plt Dirut. Lazimnya seorang Plt, Yenni seharusnya tidak berwenang mengambil keputusan strategis, baik dalam corporate actions, maupun dalam pengangkatan dan penggeseran, serta pemecatan staf manajerial Pertamina. Keputusan startegis itu seharusnya diputuskan oleh Dirut definitif, bukan Plt Dirut Pertamina. Faktanya, Yenni tidak bisa menahan diri untuk memutuskan keputusan startegis. Salah satu keputusannya adalah akan mengganti dan menggeser beberapa Vice Presidents dan Corporate Secretary Pertamina dalam waktu dekat ini.
Kalau benar Plt Dirut Yenny memutuskan penggantian dan penggeseran Vice Presidents dan Corporate Secretary Pertamina, selain bukan kewenangan Plt Dirut, keputusan itu akan menjadikan kepepimpinan Pertamina semakin kisruh. Pasalnya, Vice Presidents dan Corporate Secretary merupakan jabatan manajerial penting dan strategis dalam struktur organisasi Pertamina. Lebih-lebih, bila nantinya Dirut Pertamina definitif diputuskan berasal dari eksternal Pertamina, Dirut baru itu mestinya harus didampaingi Vice Presidents dan Corporate Secretary, yang sudah berpengalaman.
Pengangkatan Vice Presidents dan Corporate Secretary baru dan belum cukup pengalaman dikahwatirkan akan menghambat kiprah Dirut, yang juga baru, dalam menjalankan tugasnya sebagai Dirut Pertamina.
Untuk mengakhiri kisruh kepemimpinan Pertamina, Yenni sebagai Plt Dirut harus dapat menahan diri untuk tidak mengambil keputusan penting dan strategis. Jangan sampai keputusan itu justru memperuncing perkubunan di tubuh Pertamina. Selain itu, Presiden Joko Widodo harus segera memutuskan Dirut Pertamina definitif dalam waktu dekat ini. Semakin ditunda penetapan Dirut Pertamina akan semakin meninbulkan ketidakpastian, yang justru memperuncing perkubuan di tubuh Pertamina, sehingga sulit untuk disatukan lagi.
Untuk menetapkan Dirut Pertamina, Presiden Joko Widodo tetap harus mendasarkan pada kriteria terukur. Kriteria itu di antaranya: profesional di bidangnya, berintegritas, dan independen dari kelompok kepentingan, termasuk kepentingan Mafia Migas. Tanpa memenuhi ketiga kriteria itu, jangan harap Dirut Baru akan dapat mengakhiri polarisasi perkubuan di tubuh Pertamina, sehingga kemepimpinan di Pertamina bertambah semakin kisruh ini juga yang semakin bertambah sulit untuk menyatukan kembali kedua kubu tersebut.
Dengan memenuhi ketiga kriteria tersebut, Dirut Baru Pertamina diharapkan dapat membesarkan Pertamina sebagai BUMN Minyak dan Gas yang dapat memebrikan manfaat bagi sebesar-sebesarnya bagi kemakmuran rakyat. Bukan menjadikan Pertamina sebagai “Sapi Perah” bagi kelompok kepentingan dan Mafia Migas.
Bulaksumur, Yogyakarta, 08 Maret 2017
*) Dr. Fahmy Radhi, MBA, Pengamat Ekonomi Energi UGM
Mantan Anggota Reformasi Tata Kelola Migas
EnergyWorldIndonesia © 2017