MORAL POLITIK, POLITIK MURAL

Agung Marsudi
Duri Institute

ANTARA moral dan mural, hanya beda satu huruf. Jika kedua kata tersebut digabung dengan kata politik memiliki kekuatan makna berbeda.

Moral politik dikaitkan dengan efek elektoral, sedang politik mural lebih pada luapan ekspresi dan seni, sosio kultural, yang kadang nakal. Keduanya bebas nilai.

Mural menurut bahasa latin, berasal dari kata ‘Murus’ yang berarti dinding atau tembok. Sedang moral dari kata ‘mos’ bentuk jamaknya mores, yang berarti tata-cara atau adat-istiadat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Mural artinya lukisan pada dinding.

Di tengah makin sempitnya ruang publik. Untuk membuat mural yang bebas pandang, relatif susah. Di ruang sempit, sering membuahkan karya mural menggigit. Ada kesulitan yang bikin gregetan.

Menggambar di atas permukaan dinding yang luas, tentu bebas. Seni mural di samping memiliki manfaat estetika, mendorong daya seni dan imajinasi penikmatnya, juga sebagai media menyampaikan pesan kepada khalayak. Meski mural, kadang malu-malu, lalu menyembunyikan pesan politiknya.

Pesan politik tak bermoral, ‘muka tembok:. Temboknya bermural. Robohkan tembok. Runtuhkan tiran. Rintihkan kekuasaan.

“Saatnya Rakyat Bergerak”

Solo, 6 Januari 2024