Hasto TSK, KPK Overlapping dan Disobidiens
Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
KPK merupakan lembaga anti body untuk berfungsi sebagai lembaga anti rasuah (extra ordinary crime) sehingga agar tidak melakukan hal penyelidikan dan penyidikan (investigasi dan klarifikasi) jangan sampai keliru, karena implementasinya bakal berimplikasi, nasib seseorang tercederai dan dilanggar HAM nya, oleh karenanya harus extraordinarily careful dalam melaksanakan fungsi tugas dan tanggungjawabnya maka wajib mengutamakan profesionalitas, proporsional, sehingga hasilnya objektif dan akauntabel.
Sementara ilustrasi daripada penanganan hukum kepada Hasto Kristiyanto/ Hasto selaku Sekjen Partai PDIP, nyata KPK lalai dalam menerakan hukum yang seharusnya KPK profesional (kuasai) ilmu hukum tentang Tipikor, dan KPK tidak mendudukkan hukum dengan semestinya (tidak proporsional).
Terbukti KPK tidak proporsional karena KPK mengenyampingkan proses hukum terkait salah satu prinsip KUHAP yakni asas presumption of innocent (praduga tak bersalah) dengan bukti KPK menggunakan metode, seolah-olah kasus Hasto merupakan pelaku yang terlibat korupsi, namun nyatanya pokok perkara yang indikasi pada pokok perkara tuduhan menyangkut kasus gratifikasi, sehingga KPK tidak profesinal dan kurang memahami perbedaan terhadap prinsip prinsip yang mendasari antara delik korupsi dan delik gratifikasi.
Selain KPK nyata abai terhadap asas praduga tak bersalah, karena KPK ujug-ujug menetapkan Hasto berstatus TSK dengan alasan yang dipublis namun tak berkepastian hukum, diantaranya:
1. Pola KPK transparansi merampas hand phone/ milik asisten Hasto, Kusnadi pada 10 Juni di gedung KPK adalah awal arogansi yang tanpa agenda proses pemanggilan terhadap Kusnadi, dengan pola melalui rekayasa keterangan dan atau perintah palsu atau intimidasi dan atau pemaksaan, sehingga surat sita HP yang dikeluarkan oleh KPK mengandung Surat Sita Palsu atau cacat hukum (Jo. KUHP) dan justru menandakan KPK masih belum memiliki alat bukti yang cukup namun sudah berani menerbitkan status TSK kepada Hasto? Seolah KPK sebagai penyidik Polri yang menangkap seorang pencuri HP dalam operasi tangkap tangan/ OTT. Sehingga faktor status TSK berdasarkan arogansi Hasto sekedar unjuk kekuasaan belaka.
2. Perilaku KPK terhadap Sdr. Kusnadi dan pemilik HP. Hasto, hal perbuatan yang jelas-jelas melanggar HAM serta serta selain dan selebihnya bertentangan dengan KUHAP dengan pola melanggar asas-asas good governement dan melanggar secara transparansi dalam memberlakukan undang-undang lex specialist yang melekat pada sistim hukum tentang Perlindungan Data Pribadi (UU. Nomor 27 Tahun 2022), karena mengakibatkan berapa ratus orang hak data pribadinya (hak privelege) yang dibuka dan dibaca tanpa izin oleh KPK dalam HP sitaan?
3. Bahwa status penyitaan barang bukti milik Hasto yang dirampas dalam genggaman Kusnadi merupakan peristiwa hukum yang telah dilaporkan kepada pihak penyidik, sehingga membutuhkan kepastian hukum (legalitas) dan dampak disitanya peristiwa hukum a quo in casu (keaslian orisinalitas audio, video serta chat dalam HP rampasan), sehingga membutuhkan analisis dan validasi melalui hasil digitalisasi laboratorium (proses pakar IT).
Sehingga secara hukum telah ditemukan fakta-fakta penyidik KPK dengan perilaku sembrono dan suka-suka sebagai awal proses hukum yang tidak berkeadilan, melainkan menyita benda HP yang menyimpang dari prosedur hukum (KUHAP dan nilai-nilai kepatutan atau diluar ketentuan sistim. Hukum), sehingga proses dimulainya perkara oleh KPK terbukti telah overlapping dengan sistem hukum yang sama-sama lex specialis (UU. TIPIKOR DAN UU. PERLINDUNGAN DATA PRIBADI, yang tidak memiliki asas legalitas bahwa KPK boleh membangkang atau acuhkan UU. Tentang Perlindungan Data Pribadi serta merampas HP. Milik orang lain yang isi HP dimaksud juga dilindungi oleh UU lex specialist (UU. ITE). Sehingga KPK dalam menentukan melakukan berbagai pelanggaran serta disobidiensi terhadap banyak sistim hukum positif (ius konstitutum) dengan pola mendegradasi, bahkan mendistorsi keberlakuan hukum yang harus berlaku.
Sehingga dengan komplikasi (kontaproduktif) hukum acara yang prosesnya dimulai sekedar berdasar arogansi atau tidak berkepatutan dan
tidak berkeadilan, tentu hasil kelanjutan proses tehadap Hasto bakal disfungsi, sehingga berkepastian tidak akan bermanfaat dan kinerja KPK TIDAK BAKAL MENEMUKAN ATAU MENDAPATKAN HAKEKAT DARI ANALOGI FILOSOFIS KEADILAN (MATERIELE WAARHEID) bahkan resiko tuntutan bakal berakhir dengan vonis bebas oleh sebab onslag (onslag van rechtavervolging).
Namun selain proses hukum tuntutan KPK sudah mencederai hukum dan subjek hukum Hasto beserta kelurganya serta seluruh kader partaI dan simpatisan PDIP termasuk sosok jatidiri sang Ketum Politisi perempuan nomor satu ditanah air sang putri dari salah seorang proklamator RI oleh sebab “motor, mesin organisasinya” dipaksa rusak oleh KPK yang sejatinya KPK pun dibidani kelahirannya oleh Sang Tokoh Presiden RI ke 5, lalu justru Sekjen partai yang Ia pimpin bakal diolah menjadi pesakitan, bahkan dirinya terindikasi secara hukum (kausalitas hubungan kerja Sekjen-Ketum) berkesan kuat ikut dibidik dan terancam oleh oleh KPK yang isinya sosok-sosok lama susunan bekas Presiden RI ke 7 yang baru saja dipecat sebagai kader partai oleh Badan Kehormatan Partai DPP PDIP