AJI Jakarta dan LBH Pers Desak Polri Usut Serangan Digital ke Situs Berita TEMPO
JAKARTASATU.COM – Minggu siang yang seharusnya biasa saja, tiba-tiba berubah menjadi medan pertempuran sunyi. Bukan dentuman bom atau derap sepatu laskar bersenjata, tapi jutaan barisan data tanpa suara yang menyerbu tanpa henti. Mereka datang bukan untuk berdialog, tapi membungkam. Targetnya: Tempo.co, sebuah institusi pers yang sejak 1971 berdiri di garis depan kebenaran.
Tempo baru saja menayangkan liputan investigasi soal judi online. Empat jam setelah itu, badai digital datang. Dalam dua jam pertama, 479 juta kali situs mereka diakses secara tidak wajar. Dalam dunia siber, ini disebut Distributed Denial of Service (DDoS)—serangan yang bertujuan meruntuhkan sistem, bukan dengan merusak isinya, tapi dengan membanjiri pintu masuknya hingga lumpuh.
Serangan itu berlangsung selama lima hari. Lima hari yang sunyi dari gemuruh, tapi hiruk oleh kekhawatiran. Bukan hanya halaman-halaman artikel Tempo yang jadi korban. Tapi juga, lebih luas dari itu, semangat kemerdekaan pers yang diserang, dicekik, dan diintimidasi dalam diam.
Sebuah Pola yang Berulang
Ini bukan pertama kalinya Tempo jadi sasaran. Pada dini hari 21 Agustus 2020, wajah situs mereka mendadak berubah. Hitam pekat. Layar dikuasai oleh pesan provokatif dan lagu “Gugur Bunga”. Sebuah pengambilalihan yang jelas-jelas ilegal, namun hingga kini pelakunya masih bersembunyi di balik bayang-bayang digital. Belum ada ujung penyelidikan. Belum ada kejelasan. Belum ada keadilan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers tahu, ini bukan sekadar kasus teknis. Ini serangan terhadap prinsip. Sepanjang 2024, mereka mencatat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Enam di antaranya dalam bentuk serangan digital. Artinya, ruang digital yang seharusnya membuka ruang dialog dan transparansi, kini berubah menjadi medan konflik yang sunyi tapi mematikan.
Ketika Pers Dihambat, Demokrasi Dipertaruhkan
Konstitusi kita—UUD 1945 dan UU Pers No. 40 Tahun 1999—telah menjamin kemerdekaan pers sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik, bisa dipidana dua tahun atau didenda hingga setengah miliar rupiah.
Namun hukum yang tertulis kadang tak cukup lantang melawan kekuasaan yang tak terlihat. Serangan terhadap Tempo adalah panggilan darurat bagi para pemangku hukum: untuk tak hanya menjadi penonton dalam pertandingan yang sudah berat sebelah ini.
“Kami mendesak Polri mengusut tuntas,” tegas Irsyan Hasyim, Ketua AJI Jakarta. “Ini bukan hanya soal Tempo. Ini soal semua media, soal semua jurnalis, dan soal semua warga negara yang berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Menolak Bungkam, Menolak Takut
Dalam sejarah panjangnya, Tempo telah berkali-kali dihadapkan pada ujian serupa. Mereka pernah dibredel di masa Orde Baru, ditekan karena mengungkap korupsi, dikriminalisasi karena mengungkap kebenaran. Tapi satu hal yang tak pernah mereka lakukan: menyerah.
Kini, dalam era yang katanya digital dan demokratis, ancaman datang dengan wajah baru. Tapi semangatnya tetap sama: membungkam.
Dan pada titik inilah solidaritas diuji. AJI Jakarta dan LBH Pers berdiri di garis depan, tidak hanya sebagai pembela hukum, tapi sebagai penjaga nilai. Mereka tak hanya membela Tempo, tapi membela ruang publik kita semua—agar tetap bisa bernapas dan berpikir.
Kami Tak Akan Diam
Bagi siapa pun yang merasa terusik oleh kerja jurnalistik, konstitusi memberi ruang: hak jawab, hak koreksi, dan pengaduan ke Dewan Pers. Tapi jika yang ditempuh adalah jalur kekerasan—baik fisik maupun digital—maka yang sedang dilawan bukan hanya media, tapi prinsip-prinsip kebebasan itu sendiri.
Dan itu tak akan dibiarkan. Di tengah badai algoritma dan tirani data, jurnalisme yang jernih tetap akan menemukan jalannya. Karena jurnalisme bukan tentang siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling berani bicara benar. Dan selama masih ada yang menulis, membaca, dan bertanya, maka tak akan pernah ada kata selesai bagi perjuangan kebebasan pers.
Tempo mungkin diserang. Tapi mereka tak pernah benar-benar tumbang. Dan selama masih ada yang percaya bahwa berita adalah cahaya, maka gelap itu tak akan menang.
“Kebebasan pers bukan untuk membuat kita nyaman, tapi untuk membuat kita berpikir,” ~AJI Jakarta & LBH Pers. |WAW-JAKSAT
JAKARTASATU.COM – Di tengah ketidakpastian pasar kripto global yang kembali meningkat, Upbit Indonesia, salah satu platform perdagangan aset kripto terdepan, mengimbau para investor untuk...
Anthony Budiawan : Ojol Malah Dibuat Kompleks Oleh Kemenaker
JAKARTASATU.COM-- Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Golkar Yahya Zaini setuju dengan rencana Kemenaker untuk membuat...
JAKARTASATU.COM- Politisi PKS Mardani Ali Sera menyebutkan ada dua penyebab mengapa organisasi masyarakat (ormas) berlaku premanisme. Pertama kata Mardani adalah kesulitan ekonomi. Kedua, karakter...
"SOLOBUL" BUKAN BALIBUL?Oleh Agung MarsudiSETELAH napak tilas seru "Sabtu di Kampus Biru", yang konon tersangkut kasus dugaan ijasah palsu. Kini giliran menjemput tamu yang...