Kejagung Bongkar Suap Hakim, IPW: Gatekeeper Seperti Zarof Harus Diusut Tuntas

JAKARTASATU.COM– Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam membongkar praktik judicial corruption yang mencoreng dunia peradilan Indonesia. Keberhasilan Kejagung mengungkap skandal suap dalam perkara Ronald Tannur di PN Surabaya hingga vonis bebas dalam kasus ekspor CPO dinilai sebagai upaya konkret menjaga marwah hukum dan keadilan.

Menurut IPW, keberhasilan Kejagung ini meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Bahkan, IPW menilai Kejagung kini lebih progresif dibanding KPK maupun Polri dalam pemberantasan korupsi.

“Kami melihat Kejagung secara sabar dan cermat memantau komunikasi para pihak, termasuk melalui penyadapan terhadap panitera atau pihak ketiga. Ini pola baru yang efektif dalam membongkar mafia peradilan,” ujar Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW, kepada Jakartasastu.com, Senin (14/4/2025).

Namun, IPW juga mempertanyakan mengapa Kejagung terkesan melemah dalam penanganan kasus Zarof Ricar, yang didakwa menerima gratifikasi Rp 915 miliar. IPW menduga Zarof berperan sebagai gatekeeper — istilah yang merujuk pada penyimpan dan pengatur aliran uang haram untuk memengaruhi jalannya persidangan.

“Uang sebesar itu sangat mungkin dipakai untuk mengamankan hakim-hakim dalam banyak perkara. Mengapa tidak diusut lebih dalam siapa saja yang menerima dan siapa yang memerintah?” kata Sugeng.

Kasus Ronald Tannur menjadi awal terbongkarnya skema suap di PN Surabaya. Vonis bebas terhadap Tannur pada 24 Juli 2024 dinilai janggal, dan akhirnya pada Oktober 2024, tiga hakim dan seorang pengacara ditangkap. Penelusuran Kejagung kemudian menyeret eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono.

Lebih jauh, Kejagung mencium pola serupa dalam vonis bebas terhadap tiga korporasi besar sawit oleh PN Jakarta Pusat pada 17 Maret 2025. Dalam pengembangan kasus tersebut, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan sejumlah panitera serta advokat ditangkap pada 12 April 2025. Sehari kemudian, tiga hakim lainnya ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Djuyamto yang menjadi ketua majelis dalam vonis bebas itu.

IPW menilai, terbongkarnya skandal ini menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap peradilan. “Peradilan harus kembali menjadi tempat mencari keadilan, bukan arena bermain uang dan kekuasaan,” tegas Sugeng. (Yoss)