OLEH AENDRA MEDITA KARTADIPURA*)
WARTAWAN itu harus punya integritas. Kalimat pendek dan mengugah ini bagi saya adalah satu pecut. “Zaman ini tak banyak wartawan yang mau tahu banyak dan mengenal anatomi kasus-kasus bahkan samapai soal sosok, tokoh atau figur yang muncul secara lebih tahu siapa mereka banyak yang tidak ditelesur oleh wartawan saat ini. Kasus-kasus muncul, kasus yang yang paling rame selalu korupsi tapi media itu harusnya bukan hanya mengungkap soal korupsi semata.
“Itu perlu, namun ada yang lebih baik di ungkap tentang ruang perjalanan kisah-kisah dan tanda lainnya,” ungkap Jus Soema Di Praja (75) Wartawan Veteran dalam rangka silaturahmi empat mata di rumahnya kawasan Perumas Depok Jawa Barat Jumat, 19 November 2021.
Tanda-tanda lain ini yang bagi saya sangat perlu ingin tahu dalam pendangannya. Pertemuan saya dengan tokoh yang pernah menjadi Wartawan Harian Indonesiua Raya bersama Moctar Lubis ini berkisah banyak soal hal ihwal yang disebut tanda-tanda itu. “Tanda yang dimaksud adalah soal tanda yang circle dimana saat ini polanya sama. “Ini mirip zama masa dulu dan masa ini lebih parah,”ungkapnya tegas.
Pertemuan saya dengan Bang Jus ini kali kedua sebelum tahun 2020 September dimasa pandemi ketat-ketatnya saya bersama wartawan senior Tjahja Gunawan silaturahmi dengan beliau.
Hanya sebuah gambaran saja secara khusus saya dari dulu sudah mengenal Bang Jus, namun waktu begitu panjang saya baru dipertemukan dalam satahun ini secara serius dan komunikasi tak pernah putus. Dialog dengannya lewat saluran WA menjadi sarana lebih akrab dan makin paham dan nampaknya Jumat kemarin Bang Jus meminta khusus secara empat mata saya diundang, bagi saya ini sebuah silaturahmi yang sublim bahkan gurih, menarik dan daging semua yang jadi pembicaraan itu. Maka saya buat berseri tulisannya.
Pertemua Jumat berkah ini bagi saya dengan Veteran Jurnalis ini adalah sebuah berkah dari kisah Pers Indonesia bukan sekadar histoical, namun kontaks kekinian menjadi benang merah dari saksi yang tak bisa ditepiskan. Saya melihat Bang Jus adalah ruang cakrawala yang menyimpan catatan penting, meski “mungkin” ada banyak yang tak tahu atau tahu namun akhirnya di buat samar, bahkan “sedikit” mengubur masa kegelapan kolaborasi pers yang bersekongkol karena tak mandiri atau tak berpijak pada rel independen.
Untuk soal ini dia telah jelaskan panjang lebar bahwa pengalaman sebagai wartawan di Harian Indonesia Raya bersama Mocthar Lubis dan sempat berlabuh di Kompas dan berkawan baik dengan Jacob Oetama.
Bagi saya bang Jus adalah satu dari sekian banyak orang yang pernah bergelut di media yang berani dan punya sikap. Bang Jus ia bukan orang sembarang, sebelum membuka obrolan dengan saya ia paparkan dulu silsilah panjang lebar. Saya lagi-lagi terbelalak dengan kisahnya Putra dari Mr. Ma’mun Soema di Pradja Menteri Dalam Negeri Pasundan zaman Soekarno ini memang Veteran Wartawan.
Baiklah kita mulai saja. Pada tahun 60-70-an Jus adalah wartawan Indonesia Raya dan pada tahun 1976-1978 menjadi wartawan KOMPAS dan ia mengaku mundur dari Kompas–sambil menunjuk surat pengunduran diri dari KOMPAS yang diapajang diruang tengahnya– Ini Tanggal 13/02/1978 adalah momentum penting bagi saya, jelasnya.
“Genap 29 tahun saya keluar dari KOMPAS, saat besoknya KOMPAS ulang tahun. Alasannya keluar adalah karena KOMPAS dan beberapa media lainnya saat itu telah melakukan Penandatanganan Perjanjian dengan Pemerintah Indonesia (Suharto) yang saat itu diwakili oleh Jakob Oetama. Nurani saya mengatakan KOMPAS sudah melanggar etika Pers dengan melakukan kompromi dengan Pemerintah,”jelasnya.
Menurut Jus ia sejak saat itu berhenti total menjadi wartawan. “Begitu juga yang dilakukan oleh TEMPO tahun 1982 setelah kejadian kasus Lapangan Banteng makanya sangat wajar bila TEMPO dibredel tahun 1994 karena Pemerintah menganggap TEMPO telah melanggar isi Perjanjian. Datanya ada semua,” beber Jus sambil meberikan copy data itu. (BERSAMBUNG… )