RUMPUT TETANGGA LEBIH HIJAU
(Trend Merebut Kader Partai Non Koalisi)
Oleh : Ari Saptono (Pengamat Sosial – Politik)
Paska perhatian publik tersita oleh pertunjukan drama politik baper ala Demokrat. Kembali lagi publik diganggu “siapa cawapres Prabowo dan Ganjar”. Lalu publik dipameri adegan mesra ala Prabowo dan Gibran. Walikota Solo kader PDIP. Seringkali mereka ketemu, baik terbuka maupun tertutup. Jika dilihat gestur tubuh dan senyuman khas Prabowo mengisyaratkan bahwa ia sedang berikhtiar keras agar bisa berpasangan dengan Gibran di Pilpres 2024.
Publik paham Gibran adalah kader partai diluar koalis partai pengusung Prabowo. Tetapi bukan tanpa alasan kenapa Prabowo berikhtiar keras menggaet Gibran. Disamping akan memperoleh Jokowi efek, berbagai data menjelaskan bahwa mayoritas pemilih Piplres 2024 berusia sepantar dengan Gibran. Dari sekitar 205 juta pemilih di Pilpres 2024, 55% lebih berusia muda. Bisa jadi itu yang menjadi pertimbangan, bahwa Gibran jawaban strategi menggaet suara kaum muda. Faktanya usia Prabowo terlalu senior dibanding Anies dan Ganjar.
Sayangnya Gibran terganjal UU batasan usia minimal capres-cawapres. Yakni; minimal 40 tahun. Tapi masih ada kesempatan, MK belum memutuskan uji materi UU batas usia Capres dan Cawapres yang telah diajukan sekelompok masyarakat. Bila MK mangabulkan uji materi UU tersebut, sangat mungkin Prabowo dan Gibran maju berpasangan di Pilpres 2024.
Setali tiga uang, kabarnya Ganjar Pranowo pun demikian, lebih tertarik mengambil kader partai non koalisi. Sehari paska PDIP deklarasi Ganjar sebagai Capres di Pilpres 2024, PPP merapat berkoalisi dengan PDIP. Sambil menyodorkan kader dadakkan mereka yang juga Menteri Pariwista dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menjadi Cawapres Ganjar. Alih-alih tertarik, kabarnya kubu Ganjar justru melirik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil alias Kang Emil yang juga kader dadakan Golkar. Padahal Golkar berada didalam koalisi partai pengusung Prabowo, bukan mitra koalisi partai pengusung Ganjar Pranowo.
Sama seperti Prabowo, bukannya tanpa alasan mengapa Ganjar berikhtiar menggaet Kang Emil untuk mendampinginya di Pilpres 2024. Sebagai mantan Pemimpin Jawa Barat, tentu saja Kang Emil dianggap mampu menguasai “real voter” di tanah pasundan yang memiliki jumlah pemilih terbanyak. Faktanya suara Ganjar sangat lemah di Jawa Barat dibanding Anies dan Probowo.
Pertanyaannya; Apakah iya koalisi pengusung Prabowo; Gerindra, Golkar, PAN, PSI, Gelora, tak ada kader mumpuni yang layak disandingkan dengan Prabowo ? Apakah iya kubu Prabowo lebih tertarik kader partai non koalisi ? Apa iya kubu Ganjar kesampingkan PPP dan Sandi Uno, lalu ingin merebut kader partai non koalisi ? Entahlah, belum ada kandidat capres-cawapres daftar ke KPU. So, semua masih belum jelas.
Yang jelas, efek pemilihan Muhaimin sebagai cawapres Anies telah merubah total strategi politik kubu lawan demi menang Pilpres 2024. Kubu Probowo dipaksa harus memutar otak. Menggaet Gibran, bisa jadi strategi memperoleh pengganti pemilih loyal paska hengkangnya PKB dan Muhaimin. Kubu Ganjar pun juga harus berstrategi ulang. Menghimpun suara Jawa Barat melalui Ridwan Kamil, adalah strategi antisipasi apabila Ganjar kesulitan mendulang suara Nahdliyin. Sebab tafsir banyak pengamat, suara Nahdliyin Jawa Timur dan Jawa Tengah bakal membanjiri Anies, paska Muhaimin dan PKB berlabuh ke kubu Anies Baswedan.
Nah sepakat tak sepakat, peristiwa Anies lebih memilih Gus Muhaimin sebagai cawapresnya, bukan hanya merubah total strategi politik kubu lawan saja. Akan tetapi juga menimbulkan trend merebut kader partai non koalisi. Kata pepatah; “Rumput tetangga lebih hijau”. Alias kader partai diluar koalisi terlihat lebih kinclong. Lebih menjanjikan kemenangan Pilpres 2024. Waallahu a’laam.
Oleh : Ari Saptono (Pengamat Sosial – Politik)
Paska perhatian publik tersita oleh pertunjukan drama politik baper ala Demokrat. Kembali lagi publik diganggu “siapa cawapres Prabowo dan Ganjar”. Lalu publik dipameri adegan mesra ala Prabowo dan Gibran. Walikota Solo kader PDIP. Seringkali mereka ketemu, baik terbuka maupun tertutup. Jika dilihat gestur tubuh dan senyuman khas Prabowo mengisyaratkan bahwa ia sedang berikhtiar keras agar bisa berpasangan dengan Gibran di Pilpres 2024.
Publik paham Gibran adalah kader partai diluar koalis partai pengusung Prabowo. Tetapi bukan tanpa alasan kenapa Prabowo berikhtiar keras menggaet Gibran. Disamping akan memperoleh Jokowi efek, berbagai data menjelaskan bahwa mayoritas pemilih Piplres 2024 berusia sepantar dengan Gibran. Dari sekitar 205 juta pemilih di Pilpres 2024, 55% lebih berusia muda. Bisa jadi itu yang menjadi pertimbangan, bahwa Gibran jawaban strategi menggaet suara kaum muda. Faktanya usia Prabowo terlalu senior dibanding Anies dan Ganjar.
Sayangnya Gibran terganjal UU batasan usia minimal capres-cawapres. Yakni; minimal 40 tahun. Tapi masih ada kesempatan, MK belum memutuskan uji materi UU batas usia Capres dan Cawapres yang telah diajukan sekelompok masyarakat. Bila MK mangabulkan uji materi UU tersebut, sangat mungkin Prabowo dan Gibran maju berpasangan di Pilpres 2024.
Setali tiga uang, kabarnya Ganjar Pranowo pun demikian, lebih tertarik mengambil kader partai non koalisi. Sehari paska PDIP deklarasi Ganjar sebagai Capres di Pilpres 2024, PPP merapat berkoalisi dengan PDIP. Sambil menyodorkan kader dadakkan mereka yang juga Menteri Pariwista dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menjadi Cawapres Ganjar. Alih-alih tertarik, kabarnya kubu Ganjar justru melirik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil alias Kang Emil yang juga kader dadakan Golkar. Padahal Golkar berada didalam koalisi partai pengusung Prabowo, bukan mitra koalisi partai pengusung Ganjar Pranowo.
Sama seperti Prabowo, bukannya tanpa alasan mengapa Ganjar berikhtiar menggaet Kang Emil untuk mendampinginya di Pilpres 2024. Sebagai mantan Pemimpin Jawa Barat, tentu saja Kang Emil dianggap mampu menguasai “real voter” di tanah pasundan yang memiliki jumlah pemilih terbanyak. Faktanya suara Ganjar sangat lemah di Jawa Barat dibanding Anies dan Probowo.
Pertanyaannya; Apakah iya koalisi pengusung Prabowo; Gerindra, Golkar, PAN, PSI, Gelora, tak ada kader mumpuni yang layak disandingkan dengan Prabowo ? Apakah iya kubu Prabowo lebih tertarik kader partai non koalisi ? Apa iya kubu Ganjar kesampingkan PPP dan Sandi Uno, lalu ingin merebut kader partai non koalisi ? Entahlah, belum ada kandidat capres-cawapres daftar ke KPU. So, semua masih belum jelas.
Yang jelas, efek pemilihan Muhaimin sebagai cawapres Anies telah merubah total strategi politik kubu lawan demi menang Pilpres 2024. Kubu Probowo dipaksa harus memutar otak. Menggaet Gibran, bisa jadi strategi memperoleh pengganti pemilih loyal paska hengkangnya PKB dan Muhaimin. Kubu Ganjar pun juga harus berstrategi ulang. Menghimpun suara Jawa Barat melalui Ridwan Kamil, adalah strategi antisipasi apabila Ganjar kesulitan mendulang suara Nahdliyin. Sebab tafsir banyak pengamat, suara Nahdliyin Jawa Timur dan Jawa Tengah bakal membanjiri Anies, paska Muhaimin dan PKB berlabuh ke kubu Anies Baswedan.
Nah sepakat tak sepakat, peristiwa Anies lebih memilih Gus Muhaimin sebagai cawapresnya, bukan hanya merubah total strategi politik kubu lawan saja. Akan tetapi juga menimbulkan trend merebut kader partai non koalisi. Kata pepatah; “Rumput tetangga lebih hijau”. Alias kader partai diluar koalisi terlihat lebih kinclong. Lebih menjanjikan kemenangan Pilpres 2024. Waallahu a’laam.