Sempurna! Sandiwara Hukum Penyelamatan Aguan Cs Di Kasus Pagar Laut Sukses Ditayangkan
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah mengirim jawaban atas pengembalian berkas perkara pemalsuan dokumen penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di Desa Kohod, Tangerang ke Kejaksaan Agung. Melalui media, Bareskrim menegaskan tidak ada unsur korupsi pada kasus pidana pagar laut yang ditangani Bareskim, yang telah mentersangkakan Arsin Kades Kohod dkk. (10/4).
Rilis Bareskrim ini tidak aneh dan sudah dapat diduga sebelumnya. Berawal dari mundurnya Kejaksaan Agung R.I. yang menyatakan mundur menangani penyelidikan korupsi pagar laut di Perairan Laut Tangerang Utara. Saat itu, Kejagung mundur menangani kasus korupsinya dan berdalih jika ada korupsi akan diselidiki oleh Bareskrim.
Untuk melengkapi sinetron hukum melepaskan unsur korupsi dalam kasus pidana pagar laut, pada 24 Maret 2025 yang lalu, Kejagung mengembalikan berkas perkara 4 tersangka kasus pemalsuan HGB di Desa Kohod.
Jaksa meminta agar penyidik Polri menindaklanjuti perkara itu ke ranah tindak pidana korupsi. Dan puncaknya, Bareskim menegaskan tidak ada unsur korupsi dalam kasus ini.
Narasi ini dibangun, untuk mengunci publik agar tidak lagi menuntut perkara korupsi di proyek PIK-2 diusut penegak hukum, pasca Kejagung mundur. Bareskrim melengkapi sinetron hukum ini, dengan menyatakan tak ada korupsi, sehingga Case Closed.
Adapun Kasus Pidana umumnya, hanya akan di lokalisir ke Arsin dkk, yang saat ini sudah berstatus tersangka. Pengusutan sertipikat laut, juga hanya dilokasir di area pagar laut di wilayah Desa Kohod, Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang.
Padahal, pagar laut sepanjang 30, 16 KM membentang di 16 Desa dan 6 Kecamatan se Kabupaten Tangerang, ditambah satu kecamatan di Kabupaten Serang. Di area pagar laut itu, diduga kuat sudah terbit sejumlah sertifikat laut. (SHGB dan SHM).
Hanya saja, yang terungkap ke publik baru di Desa Kohod, maka kasus di Desa Kohod inilah yang diangkat dan diproses hukum, yang diharapkan dengan tayangan sinetron hukum ini publik merasa puas. Seolah-olah, penegak hukum sudah bekerja, Negara dianggap telah hadir.
Hanya saja, sinetron hukum pada kasus sertifikat laut di Desa Kohod ini (263 SHGB dan 17 SHM), bukanlah sesuatu yang aneh. Karena untuk kasus pagar lautnya yang kasat mata saja Aparat dan Pejabat mudah berbohong, apalagi untuk kasus sertipikat laut?
Dalam kasus pagar laut, sejumlah kebohongan nampak kasat mata dan begitu telanjang di mata publik, diantaranya:
Pertama, pagar laut disebut tuntas dicabut. Arsin dan staf Desa disebut bertanggung jawab dan siap membayar denda Rp 48 miliar.
Padahal, fakta lapangan pagar masih banyak yang kokoh berdiri. Pada kamis lalu (10/4), penulis bersama Nelayan Kholid, juga Wartawan IDN TIMES, melakukan inspeksi dan menemukan pagar laut masih kokoh berdiri di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Desa Patramanggala Kecamatan Kemiri, Desa Mauk Barat Kecamatan Mauk, Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, dan Desa Muncung, Kecamatan Muncung.
Kedua, pagar laut dipaksakan seolah kelakuan Arsin dan staf desa. Padahal, Arsin hanya salah satu koordinator di Wilayah Desa Kohod.
Data dan fakta lapangan, pagar laut milik Agung Sedayu Group untuk proyek reklamasi PIK-2, yang dibangun oleh Mandor Memet, dibiayai oleh Eng Cun alias Gojali atas supervisi dari Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN.
Ketiga, Pagar Laut disebut tidak ada kaitan dengan proyek PIK-2, tidak ada kaitannya dengan Agung Sedayu Group. Padahal, dua anak usaha Agung Sedayu Group, yakni PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), telah terbukti memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di area pagar laut Tangerang.
Sulit untuk mempercayai Agung Sedayu Group tak ada kaitan dengan pagar laut, sementara Agung Sedayu Group sudah mengaku sebagai pemilik sertifikat tanah di lokasi pagar laut. Kebohongan terus dibangun oleh aparat, hanya untuk melindungi kepentingan AGUAN.
Jadi, kalau untuk kasus pagar laut saja kebohongan itu begitu mudah dimuntahkan, apalagi untuk kasus sertipikat laut? Untuk kasus korupsinya?
Klaim tidak ada kerugian Negara pada kasus sertifikat laut, berdalih tidak ada audit BPK itu hanya dalih saja. Sebab, secara materil wilayah laut yang dirampas Agung Sedayu Group melalui modus penerbitan sertifikat diatas laut jelas kerugian Negara.
Seharusnya, penyidik Bareskrim tinggal meminta (baca: perintahkan) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit dan menghitung, berapa total luas tanah laut yang diperjualbelikan melalui sejumlah sertifikat bodong yang diterbitkan, dan dikonversi dalam bentuk natural uang berdasarkan harga NJOP. Itulah, angka kerugian Negara yang bersifat pasti, yang telah dirampok oleh Agung Sedayu Group. KEJAHATAN ini sudah selesai dan sempurna, seiring telah terbitnya sejumlah SHGB milik Agung Sedayu Group.
Ngeri! Kasus pagar laut ini mengkonfirmasi bahwa Negara sudah dikendalikan oligarki. Wajar saja, penulis mendapatkan info selentingan, yang menyatakan bahwa Aguan dkk, menganggap Presiden Prabowo Subianto, DPR-RI, Aparat Penegak Hukum, dan para pejabat hanya seperti ‘Topeng Monyet’ yang menari diatas tabuhan gendang mereka, untuk menghibur dan membuat mereka tertawa ngakak. [].