Tudingan Ijazah Palsu Jokowi, Ketua Umum DPP APIB, Erick Sitompul :  Rektor UGM Sebaiknya Menjaga Kredibilitas Dengan Bersikap Jujur

JAKARTASATU.COM Ketua Umum DPP APIB ( Aliansi Profesional Indonesia Bangkit ) Erick Sitompul mengatakan kecurigaan Ijazah Palsu milik Jokowi yang selama ini diakui mantan Presiden RI itu adalah sebagai alumni Fakultas  Kehutanan Universitas Gajah Mada tahun 1985, semakin lama semakin deras bergulir menjadi tudingan Ijazah palsu di tengah masyarakat.

“Ratusan Alumni UGM dan kalangan aktivis dari pelbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Balige,  Serang, Bogor, Jogja, Solo, hingga kota kota di Jawa Barat, Jawa  Tengah dan Jawa Timur mendatangi UGM dan berkumpul di depan Auditorium Fakultas Kehutanan UGM pagi 15 April 2025, menuntut Rektor dan Dekan Fak Kehutanan  UGM memberi klarifikasi sebenarnya,” kata Erick Sitompul dalam keterangannya pada Selasa (15/4/2025).

“Tudingan ijazah palsu milik Jokowi semakin membesar setelah seorang ahli Forensik Digital yang juga alumni Fakultas Tehnik  Elektro UGM Dr. Rismon Sianipar yang study S3nya  Digital Forensik di Jepang  menginvestigasi dan meneliti langsung skripsi dan copy ijazah Jokowi dan mengatakan 100 Milyar persen ijazah itu palsu sehingga menyentak perhatian rakyat Indonesia,” sambung Erick Sitompul.

Ketua Umum DPP APIB ( Aliansi Profesional Indonesia Bangkit ) Erick Sitompul yang turut hadir bersama Ahmad Iskandar Ketua DPP APIB dan beberapa  pengurus DPD APIB Jogja ke Fak Kehutanan UGM 15 April 2025 pagi dalam rangka  memberi  support kepada TPUA dan para aktivis  untuk menguak kebenaran persoalan besar ini dan  berharap Rektor UGM dan Dekan Fakultas Kehutanan bersikap jujur dan terbuka atas ijazah Jokowi tersebut.

“Ini bukan  menyangkut persoalan pribadi Jokowi dengan UGM, namun persoalan ini kan menyangkut kredibilitas Rektor  UGM sebagai Universitas milik rakyat Indonesia yang paling berpengaruh dan  Terkemuka di Tanah Air dan cukup  dikenal di  kalangan Perguruan Tinggi dunia,” Erick menegaskan.

“Rektor UGM memiliki tanggung jawab moral kepada negara dan rakyat Indonesia  atas kredibitas dan kejujurannya. Apalagi isue ini kan sudah hampir 10 tahun menjadi pertanyaan kritis masyarakat Indonesia sejak di buka  Bambang Tri pada 2015, eks sahabat dekat Jokowi masa muda,” terang Erick.

“Sebagai seorang profesional, saya cukup  percaya hasil investigasi dan penelitian Dr. Rismon Sianipar yang menggemparkan dengan temuan 34 kejanggalan dari skripsi dan copy ijazah Jokowi yang ditemukan Rismon langsung di Perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM,” beber Erick.

Erick mengungkapkan sebelumnya juga beberapa tahun telah sering diteliti dan disuarakan Dr. Roy Suryo sebagai ahli IT dan dr. Tifa yang juga alumni UGM dan mereka   sering diminta banyak pihak meneliti kesahihan isue atau  kasus pelanggaran IT di medsos.

“Khusus tentang temuan kebohongan pada skripsi Jokowi yang ditemukan Rismon dengan menggunakan komputer dengan jenis huruf Times New Roman itu sangat sahih dan ilmiah  sekali,”

Dikemukakan Erick saat dirinya mengerjakan Skripsi saat S1 di Fakultas Pertanian di kota Medan pada tahun 1988 memang belum ada mesin tik atau komputer yang memiliki jenis hurup itu.

“Saya juga baru mengenal huruf Times New Roman di awal tahun 1992 pada komputer IBM saat saya bekerja di sebuah perusahaan Multinasional saat itu kata Erick,” Erick menandaakan.

Ditegaskan Erick sudah waktunya bangsa kita memiliki rasa malu dan kejujuran terhadap masalah yang menyangkut keterikatan dengan konstitusi negara termasuk keabsahan ijazah seorang Presiden sebagai syarat utama menjadi Presiden / Wakil Presiden, mengingat syarat KPU adalah sebagai produk resmi konstitusi yang diberlakukan KPU syarat pendaftaran calon presiden dan wakil presiden memiliki ijazah yang akurat dan syah.

“Saran saya, lebih baik Rektor dan Dekan Fak Kehutanan  UGM meminta maaf kepada negara dan rakyat Indonesia dan mengaku salah bila memang mereka khilaf atau ada keterpaksaan karena situasi di luar kontrol mereka, karena akhirnya dituding ikut melindungi dan menutupi dugaan kasus  ijazah palsu Jokowi,” urai Erick.

“Daripada kasus ini di bawa oleh kalangan aktivis dan para pengacara ke ranah hukum yang juga menjerat Rektor dan Dekan Fak Kehutanan UGM juga,” tegasnya.

Menurut Erick, hal ini tidak akan ada habisnya dan akan menyerap energi rakyat dan pastinya  mengganggu kondusivitas masyarakat yang saat ini dibutuhkan negara untuk bersama sama menghadapi tantangan berat kedepan seperti persoalan munculnya ancaman  resesi ekonomi bangsa. (Yoss)