JAKARTASATU.COM — Bagi sebagian rakyat Indonesia, ya tentu tidak semuanya bahwa pemilu bukan satu-satunya jalan perubahan. Demikian diungkapkan Desyana Zainudin, Senator Prodem.

“Sebagian ada yang sudah bicara soal revolusi dll. Jadi kita ini sebenarnya berada di persimpangan jalan,” jelasnya dalam acara diskusi publik yang dilaksanakan Jaringan Aktivis Prodem bertajuk “Pemilu 2024 di Simpang Jalan, Pembaharuan Demokrasi Atau Perebutan Kekuasaan, Jakarta (21/11)..

Desyana juga mengatakan bahwa rakyat kita yang jumlahnya 200 jutaan lebih, yang berada dipersimpangan jalan. Kalau bicara pemilu sebenarnya apakah hal ini merupakan sesuatu yang jujur atau tidak.

“Kalau Pemilu itu sendiri secara prosedural, substantansial. Yang selalu menjadi keinginan bersama tidak jauh kearah yang lebih baik. Kita ingat pemilu 2019 menjalankan pemilu dengan harapan ada perubahan yang besar yang terjadi seperti perunahan nasib kehidupan rakyat, nasib ekonomi ternyata hasilnya seperti apa yang kita alami sekarang ini,” papar Desyana.

Desyana menilai, pemerintah sekarang ini pada pemilu yang akan datang jangan membawa pemilu yang jauh lebih buruk, situasi sekarang ini yang kita hadapi adalah situasi dalam keadaan terpuruk.

“Apa saja yang sudah diperbaiki sisa-sisa dari pemilu yang telah dilaksanakan? Kalau ada perubahan umpamanya, “PR-PR” 2019 seperti misalnya HAM, keadilan dll itu ternyata tidak ada perubahan yang mendasar yang pernah disaksikan oleh bangsa dan negara ini. Pemilu hanya dijadikan hanya pergantian kekuasaan belaka. Tanpa menjadi tempat representasi perubahan ke depan bagi rakyat ke depan,”ungkapnya.

Desyana juga mengingatkan kepada rakyat, bangsa jika ingin fokus ke pemilu, pemilu itu nanti dilayani oleh kita juga. Sementara, UUD 45 memberikan hak kepada partai dalam menempatkan orang-orang di kepemimpinan politiknya. Kalau tahun 1954, pemilu itu bisa diikuti oleh ormas dll, tapi perubahan UUD45 kekuasaan penuh kepada partai yang menjadi oersoalan besar kalau kita mau melewatiboerubahan dalam arti melalui pemilu.

“Kalau mau mengartikan perubahan di pemilu ya artinya keikutsertaan partai, orang-orang partai,” jelasnya.

Partai ini yang menjadi beban atau masalah yang menjadi penyakit yang mendasar dalam ketata negaraan kita. Namun, yang penting mengisi pasca pemilu. Pasca pemilu itu apakah ada perubahan atau tidak, dan perubahan itu tidak akan terjadi dengan sendirinya,”tambahnya.

Sesungguhnya demokrasi itu adalah jalan yang menjadi pilihan kita bersama tetapi yang seharusnya adalah kualitas demokrasi yang bisa menjadikan demokrasi ini alat untuk mencapai cita-cita yang diamanahkan.

“Namun nyatanya masih jauh dari yang diharapkan, jauh dari kenyataan,”tutupnya. (YOS/JAKSAT)