imagesJAKARTASATU.COM – – Di balik polesan citra politik sebagai figur sederhana, merakyat dan bersih, Dahlan Iskan,sebagaimana Joko Widodo–, ternyata menimbun kasus-kasus korupsinya yang sejak lama terjadi. Publik dibodohi dan disuguhi sandiwara-sandiwara di media massa yang sudah menjadikan alat pencitraan masif bagi pemiliknya. Dahlan masih melenggang meski kasus-kasus korupsinya telah dilaporkan mulai di Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Agung, Mabes Polri hingga KPK. Berikut ini deretan kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan maupun diotaki Dahlan Iskan.

Penjualan Aset Pemprov Jatim

Kasus awal yang diduga kuat sarat muatan korupsinya terjadi saat Dahlan Iskan menjadi Direktur Utama PT Panca Wira Usaha Jawa Timur (PT PWU Jatim) yang merupakan sebuah holding company BUMD milik Pemprov JawaTimur. Memang, pada tahun 1999 beberapa perusahaan daerah (PD Aneka Pangan, PD Sarana Bangun, PD Aneka Kimia, PD Aneka Jasa & Permesinan dan PD Aneka Usaha) dilebur menjadi satu holding company. Tujuannya tentu saja adalah untuk efisiensi dan menjadikan BUMD yang baru itu mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi PAD Pemprov Jawa Timur.

Sejak didirikan Dahlan Iskan langsung menjabat Direktur Utama, karena Pemprov kepincut janji Dahlan untuk membawa profesionalisme dan janji profitailitas tinggi pada PT PWU. Apalagi Dahlan selalu mengatakan tak perlu digaji.

Tapi apa yang terjadi saat PT PWU dipimpin Dahlan Iskan sejak 1999-2009 sungguh menyesakkan dada. Sejak didirikan tahun 1999 yang lalu sampai sekarang, PT PWU Jatim tetap saja didera kerugian terus menerus. Alhasil Pemerintah Provinsi Jatim pun harus selalu merogoh koceknya dalam-dalam, mengucurkan dana yang diambilkan dari APBD kepada PT PWU Jatim untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan. Hingga tahun 2009 yang lalu saja, Pemprov Jatim telah mengucurkan dana bagi BUMD itu sebesar Rp 162 milyar.

Parahnya, sudah terus merugi dan di tengah-tengah kucuran tambahan modal yang melimpah dari pemprov Jatim, ternyata banyak aset PT PWU yang hilang menguap tak tentu rimbanya. Aset berupa tanah dan bangunan yang tersebar di seantero Jawa Timur semakin lama semakin menyusut. Dalam Daftar Aset BUMD yang disusun oleh PT PWU Jatim pada tahun 1999, tercatat PT PWU memiliki tanah seluas 904.024 m2  dengan bangunan seluas 235.793 m2. Akan tetapi sejak beberapa tahun sebagian besar tanah dan bangunan itu telah berpindah tangan.
Di Surabaya saja terdapat bangunan seluas 143.757 m2 yang tersebar di berbagai persil seluas 365.843 m2.

Namun banyak yang tidak lagi di bawah penguasaan PT PWU Jatim. Sebagian besar hak atas tanah dan bangunan telah berpindah tangan kepada pihak lain karena diam-diam dijual dan dialihfungsikan. Persil di Jl Setail 44 Surabaya misalnya sudah sejak lama berpindah tangan. Begitu pula sejumlah persil milik eks berbagai PD di sepanjang Jl. Ngagel Surabaya hanya tinggal satu persil yang masih dikuasai PT PWU Jatim. Yakni di Jl. Ngagel 159 yang kini menjadi kantor PWU Jatim Unit Persewaan.

Selebihnya  yang semula berupa pabrik karet, pabrik accu, pabrik roti, perkantoran dan pergudangan serta perumahan karyawan tidak berbekas lagi. Deretan bangunan di atas tanah di Jl. Nagel 127, 133 dan 139-141 telah berubah menjadi hotel, stasiun pompa bensin dan mall (Carrefour). Begitu pula bangunan Jl. Ngagel 89 telah berganti menjadi gedung sebuah perguruan tinggi. Adapun tanah dan bangunan di Jalan Ngagel 77 dan 213,sejak  tahun 2007 sudah berubah menjadi kompleks ruko.

Dugaan korupsi, penyewaan dan penjualan aset tersebut sudah dilaporkan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. “Kami melaporkan Dahlan Iskan atas dugaan penyimpangan dalam pengelolaan sewa lahan yang merupakan aset Pemprov Jatim,” kata Hari Cipto Wiyono, pegiat antikorupsi, saat mendatangi kantor Kejati Jatim, Surabaya, Rabu (16/12/2009).

Dahlan Iskan Dirut PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim bersama mantan anggota direksi lainnya, Wisnu Wardhana, diduga telah menyelewengkan aset Pemprov Jatim yang dikelola Unit Persewaan PWU.

Menurut aktivis Surabaya Corruption Watch Indonesia ini, Unit Persewaan PWU itu dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Dirut PT PWU Jatim Nomor 001/PWU/01/2000 tertanggal 6 Januari 2000. “Dugaan penyimpangan itu terjadi di dalam kontrak antara Unit Persewaan PT PWU dengan pihak ketiga,” kata Hari.
Dari catatan SCWI banyak transaksi sewa menyewa yang dituangkan dalam perjanjian lisan maupun tulisan yang tidak notariil, formal dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

“Akibatnya, tidak ada kekuatan hukum yang memaksa pihak ketiga saat melakukan pengingkaran. Ini jelas merugikan kita, dan sarat dengan tindakan korupsi,” kata Hari Cipto Wiyono.

Dijelaskan, dari sekian banyak aset bangunan dan tanah di Provinsi Jatim saat ini banyak telah beralih fungsi. Jatuh ke tangan pihak ketiga yang tidak jelas perjanjian kontraknya.

Berdasarkan data pada 2007, jumlah kontrak yang telah dibuat oleh Unit Persewaan PWU Jatim dengan pihak ketiga sebanyak 74 unit senilai Rp 2.707.803.750. Ia menganggap nilai itu sangat kecil, apalagi banyak lahan milik Pemprov Jatim yang dikontrakkan kepada pihak ketiga.

Namun, tidak memberikan kontribusi sebagaimana kewajibannya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Jatim itu. “Hal ini dikarenakan aset berupa lahan yang disewakan kepada pihak ketiga itu nilai jual objek pajaknya tidak sesuai dengan lokasi lahan itu berada,” katanya.

Dia mengungkapkan, lahan tempat berdirinya pusat perbelanjaan Carefour di kawasan Ngagel merupakan salah satu aset milik Pemprov Jatim. Namun harga sewanya di bawah nilai jual objek pajak.

Hari mengatakan, seharusnya lahan itu dilepas dengan nilai jual objek pajak sebesar Rp50 juta per tahun. “Tapi berdasarkan hasil temuan kami, nilainya tidak sebesar itu. Ini merupakan suatu pelanggaran. Masih banyak kasus-kasus lain yang melibatkan direksi PWU,” ungkapnya.

Dikatakan pula, bentuk pelanggaran lainnya adalah disewakannya lahan milik Pemprov Jatim itu dengan masa sewa melebihi aturan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kementerian Negara BUMN Nomor 450 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Aset BUMD dan BUMN.

“Dalam kontraknya, Carefour Ngagel itu menyewa lahan tersebut selama 30 tahun. Seharusnya tidak boleh karena dalam Kepmen BUMN sekali sewa maksimal 15 tahun,” katanya.
Hari menambahkan, perusahaan ritel asal Prancis itu mengontrak lahan di Ngagel pada 2008. Lahan itu yang dulunya bekas pabrik es. “Masih ada 58 kontrak yang diduga terjadi penyimpangan,” katanya.

PLTU Embalut Kaltim

Ketika menjadi Direktur Utama Perusda (BUMD) milik Pemprov Kalimantan Timur, Dahlan Iskan juga diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut – Tanjung Batu, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara berkapasitas 2x25MW. Ada dugaan korupsi dan mark up senilai Rp96 Milyar dari APBD Kaltim sejak tahun 2003. Ini semua terkait pembangunan PLTU Embalut. Pelakunya tiada lain Dahlan Iskan yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Cahaya Kaltim (CFK).

Kasus korupsi tersebut terjadi karena baik Perusda, PT KEP maupun PT Cahaya Fajar Kaltim yang baru dibentuk, kesemuanya dikuasai penuh Dahlan Iskan. Bayangkan saja, di Perusda Kelistrikan Kaltim Dahlan sebagai Direktur Utama. Adapun di PT Kaltim Elektrik Power (Group Jawa Pos), Komisaris Utamanya dipegang Dahlan Iskan, dengan Direktur Utama Zainal Muttaqien (Direktur Keuangan Perusda). PT Cahaya Fajar Kaltim, dalam akte pendiriannya 26 Maret 2003 juga menunjukkan Direktur Utama dipegang juga oleh Dahlan Iskan dan Zainal Muttaqien sebagai direktur.

Praktis kemudian dalam akte tersebut peran Pemprov Kaltim sebagai penyetor modal terbesar tidak tampak. Pasalnya, Perusda Kelistrikan Kaltim dalam pembentukan PT CFK diwakili juga oleh Dahlan Iskan. Tak heran bila tidak ada praktik clean and good corporate governance dalam proyek PLTU Embalut. Semuanya dari, oleh dan untuk Dahlan Iskan. Dahlan Iskan lagi, dan lagi-lagi Dahlan Iskan. Dahlan leluasa sekali memainkan perannya untuk mengambil untung sembari merugikan Pemprov Kaltim.

Semula komposisi sahamnya 60% (Pemprov Kaltim) : PT KEP 35% : Dahlan Iskan 5%. Akan tetapi, belakangan yang banyak dipersoalkan oleh DPRD Provinsi Kaltim dan LSM-LSM, saham milik Perusda Kelistrikan (Pemprov Kaltim) terdilusi terus menerus dan kini hanya tersisa 35% saja.

Kasus korupsi dana APBD Pemprov Kaltim senilai Rp 96 Miliar dalam pembangunan PLTU 2×25 MW di Embalut Tanjung Batu Kaltim merupakan kejahatan kerah putih amat serius yang dilakukan Dahlan Iskan.

Jaringan Advokat Publik (JAP) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi Kaltim untuk segera menetapkan Mantan Dirut PLN Dahlan Iskan bersama kroninya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut, Kaltim, yang merugikan negara lebih Rp96 miliar.

Dalam surat terbuka JAP No. 223/JAP/S/XII/2013 tertanggal 6 Desember 2013, JAP menegaskan dugaan korupsi Dahlan Iskan tersebut sudah memiliki bukti yang cukup kuat. Kerugian negara itu terjadi sejak Pemprov Kaltim membentuk Perusahaan Daerah Ketenagalistrikan (Perusda Listrik Kaltim) pada 23 Oktober 2002 lalu.

“Tidak ada satu pun alasan bagi Kejaksaan Tinggi Kaltim untuk menunda-nunda penetapan Dahlan Iskan, Zainal Mutaqien, dan Rizal Effendi Cs sebagai tersangka korupsi PLTU Embalaut yang merugikan uang negara sedikitnya 96 miliar rupiah. Keragu-raguan jaksa penyidik Kejati Kaltim yang menangani kasus korupsi Dahlan Iskan cs ini sangat melukai rasa keadilan dan merugikan rakyat Indonesia, khususnya rakyat Kaltim,” ungkap Jurubicara JAP, Irwandi Lubis, Selasa (10/12/2013).

Mantan anggota LBH Medan ini membeberkan, melalui penetapan Dahlan Iskan Cs sebagai tersangka korupsi PLTU Embalut, kerugian negara yang jauh lebih besar dapat dihindarkan. “Sekarang ini sudah ada upaya Dahlan Iskan Cs untuk menutupi jejak korupsinya di Perusda Listrik Kaltim dan PT CFK melalui penyalahgunaan kekuasaaan dan kewenangannya, baik saat Dahlan selaku Direktur Utama PT PLN (Persero) maupun ketika dia menjadi Menteri BUMN,” ungkapnya pula.

Dugaan korupsi Dahlan Iskan di Perusda Listrik Kaltim memang sedang dalam pengusutan Kejati Kaltim sejak tahun 2007 lalu. Namun, status penyelidikan kasus korupsi yang diduga menjadi penyebab utama terjadinya krisis listrik di Kaltim itu, sampai saat ini belum juga ditingkatkan menjadi penyidikan dan belum menetapkan satu orang pun sebagai pelaku korupsi atau tersangka.

Aktivis JAP, Edy Syahputra  menduga keraguan pihak Kejati Kaltim menetapkan Dahlan Iskan Cs sebagai tersangka korupsi APBD Kaltim melalui Perusda Listrik itu disebabkan karena posisi atau jabatan Dahlan sebagai Menteri BUMN pada Kabinet KIB II SBY. “Sebagai Menteri BUMN dan salah seorang peserta Konvensi Capres Partai Demokrat, Dahlan seolah-olah kebal hukum dan punya `privilese` atau hak istimewa yang menjadi dasar keraguan Kejati Kaltim menetapkan statusnya sebagai tersangka korupsi,” paparnya.

Kerugian PT PLN Rp37,6 Triliun

Kinerja mengkilap Dahlan Iskan yang selalu diekspos besar-besar di Jawa Pos Group rupanya tak seindah aslinya. Di PT PLN, Dahlan Iskan yang selalu menggembar-gemborkan tak mengambil gajinya sebagai Dirut PLN karena sudah kaya, kinerjanya tidak fantastis. Bahkan, seperti dilaporkan oleh BPK tahun 2011, biaya operasional direksi PLN semasa Dahlan Iskan menjadi Dirut, malah melonjak tajam. Terhitung, kenaikan itu hampir 400 % dibandingkan saat dipegang pendahulunya, Ir Fahmi Mochtar.

Tak hanya sampai di situ, Dahlan Iskan yang sering bepergian ke negara Tiongkok itu, juga disebutkan menjadi pintu bagi membanjirkan produk dan kontraktor China dalam bisnis PLN. Dahlan membuka keran sebesar-besarnya terhadap produk-produk China dalam pembangunan pembangkit listrik milik PLN. Ini banyak mengundang keluhan dari karyawan PLN sebagai akibat dari kurang tangguhnya kualitas produk dari China. Sehingga pembangkit tidak bisa beroperasi dan suku cadang yang cepat rusak.

Parahnya krisis listrik masih sangat terasa hingga kini. Janji Dahlan Iskan soal Indonesia bebas padam hanya lah sebuah kebohongan besar. Program Indonesia bebas krisis listrik hanya menjadi alasan Dahlan Iskan saat menjadi Dirut PT PLN untuk memutuskan melakukan pembelian generator set (genset) kualitas rendah dari Cina senilai Rp 700 miliar.

Janji manis Dahlan Iskan yang kemarin ngebet menjadi calon presiden itu juga menjadi titik masuk bisnis sewa menyewa genset berbahan bakar BBM yang merugikan PT PLN puluhan triliun. Bahkan, kebijakan at all cost (dengan biaya berapa pun) Dahlan Iskan, PT PLN di tahun 2011 mengalami kerugian Rp 37,6 triliun, terbesar sepanjang sejarah PLN. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK menunjukkan PT PLN dikelola dengan sangat buruk, tidak efisien dan terindikasi korup sehingga rugi Rp 37,6 triliun.

Dahlan yang menyatakan kepada publik tidak mengambil gaji sebagai direktur utama PT PLN pun ternyata juga bohong besar. Dari audit BPK terlihat Dahlan Iskan memang menerima gaji dan semua fasilitas PLN. Jadi tidak benar bila dia tidak mengambil gaji atau fasilitas PLN.

Total kerugian negara Rp37,6 triliun menurut BPK merupakan akumulasi dan kombinasi kesalahan manajemen, leadership, fungsi, dan strategi Dirut PLN. Mekanisme kontrol di PLN berada pada titik terendah dan nyaris tidak ada, saat Dahlan Iskan jadi Dirut PLN.

Bagian internal audit dan Serikat Pekerja juga dilumpuhkan. BPK juga menemukan inefisiensi dalam pemberian gaji dan remunerasi karyawan PLN yang berlebihan dan tidak sesuai dengan keuangan PLN. Di awal kepemimpinan Dahlan Iskan sebenarnya banyak masukan dari staf dan bawahan mengenai kerugian PLN dan negara ini, tapi selalu diabaikan. Dahlan Iskan tak peduli dengan semua itu.
Namun jangan salah menilai dulu. PT PLN dan negara boleh rugi besar yang mengakibatkan uang rakyat Rp37 triliun melayang, tapi Dahlan Iskan beserta keluarga dan kroninya untung besar. Pasalnya, bisnis sewa menyewa genset yang dimungkinkan akibat kebijakan Dahlan Iskan, dikuasai oleh kolega dan kerabat dekat Dahlan Iskan.

Dahlan Iskan selaku Direktur Utama PLN untuk menyenangkan rakyat saat itu menargetkan akan membuat satu juta sambungan listrik baru di Indonesia. Target ini digembar-gemborkan lewat berbagai macam media iklan. Inilah celakanya, krisis listrik yang belum teratasi menjadi semakin parah karena adanya tambahan permintaan listrik baru.

Seolah untuk menutupi kegagalannya mengatasi krisis listrik, Dahlan Iskan selaku Direktur Utama PLN yang sudah telanjur berjanji itu pun kemudian menyewa genset besar-besaran kepada pihak swasta.

Siapa yang punya genset sebanyak yang dibutuhkan. Ada, seseorang yang diduga teman Dahlan. Namanya William Taylor, warga negara Indonesia keturunan Cina yang besar di Malaysia, yang menggunakan bendera PT Bima Goltens Power. Perusahaan teman Dahlan ini lah yang salah satunya menguasai bisnis genset triliunan rupiah ini.

Dahlan juga diduga menggandeng istri keduanya, Nani Widjaja. Anaknya dari istri pertamanya, Azrul Ananda, pun diikutkan. Mereka kemudian mendatangkan genset bekas dari Cina senilai Rp 700 miliar.

Genset-genset bekas itulah kemudian disewakan ke PLN untuk mengatasi krisis listrik. Anehnya, genset-genset untuk pembangkit listrik bertenaga diesel itu disewakan ke PLN tanpa prosedur lelang.

Seperti terlihat dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan, selain melanggar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Pengadaan Barang dan Jasa, penggunaan genset sewa eks Cina ini juga boros bahan bakar dan bertarif mahal. Pemakaian bahan bakarnya tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan jika menggunakan batubara atau gas.

Namanya barang bekas, dari Cina pula, genset-genset itu juga gampang rusak dan tak ada layanan purna-jualnya. Akibatnya, sampai detik ini, banyak daerah di berbagai provinsi masih mengalami krisis listrik, seperti di Riau dan Sumatera Utara.
Dugaan tindak pidana korupsi Dahlan Iskan, dalam kapasitas sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero) telah dilaporkan oleh Jaringan Advokat Publik (JAP), sehubungan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Sektor Hulu Listrik pada PT PLN (Persero), Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2009-2010 Nomor 30/Auditama.VII/PDTT/09/2011 tanggal 16 September 2011, yang menemukan dugaan atau potensi kerugian negara sebesar Rp 37,6 triliun.

Temuan Pemeriksaan BPK itu sempat menjadi isu panas nasional,  diikuti oleh rencana pembentukan panitia khusus oleh Komisi VII DPR. Namun, entah kenapa tiba-tiba DPR melempem dan dugaan korupsi Dahlan Iskan menguap.
Aktivis JAP Wiliam Zai pada hari Rabu 13 Agustus 2014 telah mendatangi Bareskrim Polri untuk menanyakan perkembangan laporan pengaduannya. Pihak Bareskrim melalui Brigadir Sigir Setiawan yang juga adalah petugas penerima laporan JAP pada Oktober 2013 lalu, mengatakan, “Pengaduan JAP sudah dilimpahkan ke SubDit Pantauan untuk dilakukan Pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan)”.

Wiliam Zai menyayangkan lambannya Bareskrim Polri mengusut dugaan korupsi raksasa itu. Dia menambahkan, berbeda dengan Polri, untuk dugaan korupsi Dahlan Iskan lain, seperti pada PLTU Wai Ambon dan lain-lain, yang dilaporkan JAP ke Kejaksaan Agung, proses pengusutannya sudah hampir tuntas, dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Nasib Kementrian BUMN

Dalam kepemimpinanMenteri Dahlan Iskan, Kementrian BUMN sering menjadi sorotan bernuansa politis ketimbang aspek penguatan usaha BUMN. Terlebih ‘gebrakan’ Dahlan Iskan yang sering membuat kaget banyak pihak justru kontraproduktif.

Secara performa, kualitas bisnis BUMN relatif masih sama kondisinya seperti sebelum kepemimpinan Dahlan Iskan. Hanya suasananya yang berbeda. Gebrakannya yang berbeda. Bahkan untuk gebrakan tertentu, Dahlan Iskan justru mengundang reaksi banyak pihak, dan menciptakan ‘kegaduhan politik’. Misalnya terbitnya Kepmen BUMN No. 236/2011 tentang pendelegasian kewenangan menteri BUMN kepada bawahannya yang ditandatangani Dahlan Iskan, telah mengundang reaksi DPR RI.

Kepmen ini dinilai mereduksi kewenangan negara atas BUMN. Kebijakan ini dianggap oleh DPR sebagai tindakan berlebihan, sehingga memancing reaksi panas dan sempat digalang rencana interpelasi oleh Komisi VI. Sebab dengan Kepmen BUMN No. 236/2011 ini, penunjukan direksi BUMN dapat dilakukan tanpa RUPS, dan dapat dilakukan tanpa melalui evaluasi dari Tim Penilai Akhir (TPA) yang nota-bene TPA ini diketuai Presiden.

Kepmen ini juga memberikan pelimpahan wewenang penuh kepada direksi BUMN untuk melakukan penjualan aset. Kebijakan yang awalnya dimaksudkan untuk memangkas sebagian birokrasi BUMN ini justru ‘memukul balik’ Kementrian BUMN.
Kebijakan-kebijakan Dahlan Iskan di BUMN-BUMN strategis seperti PT Merpati, PT PAL dan juga PT Pertamina sangat kontraproduktif dan tidak obyektif. Perombakan-perombakan direksi berdasar subyektifitas bukan dari kinerja.

Akibat penunjukkan direksi-direksi oleh Dahlan Iskan yang tanpa mengindahkan prosedur, muncul banyak permasalahan. Di PT Merpati dan PT PAL kondisi perusahaannya justru tambah terpuruk dan kacau balau. Kinerja kedua BUMN strategis itu juga bisa dibilang sangat parah dan semakin kolaps.

Kasus yang menghebohkan selama Dahlan Iskan menjabat Menteri BUMN terjadi pada surat saktinya kepada Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan. Pasalnya setelah surat dari Dahlan Iskan sampai kepada direksi Pertamina, Pertamina langsung memberikan proyek Enhanced Oil Recovery kepada PT Geo Cepu Indonesia (GCI/anak usaha dari Geo Minergy) yang direkturnya bernama Gunawan Hadi Saputro.

Adapun Gunawan Hadi rupanya sudah 10 tahun lebih berteman dengan Dahlan, sejak keduanya mengelola PT Petrogas Wira Jatim (PWJ) – anak usaha dari PT Panca Wira Usaha (PWU). Saat itu Gunawan Hadi sebagai GM di PWJ, sedangkan Dahlan sebagai Dirut di PWU. Gunawan Hadi diketahui sebagai kepercayaan Dahlan di Grup PWU.

Dahlan Iskan dan Gunawan Hadi terlibat langsung dalam penanganan Lamongan Integrated Shorebase (LIS), proyek shorebase services seluas 100 hektare kerjasama PWJ (Grup PWU) dengan Pemerintah Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Proyek LIS ini juga menyisakan masalah. Mantan Bupati Lamongan sempat jadi tersangka terkait proyek LIS itu. Operator yang ditunjuk untuk mengelola LIS adalah perusahaan asal Singapura, Eastern Logistics (Easlog) Holding Pte. Ltd. Kabarnya, Dahlan memiliki hubungan ekstra spesial dengan Easlog Holding Pte. Ltd.

Kini kepemilikan proyek LIS sudah diserahkan sepenuhnya kepada Easlog Holding Pte. Ltd. Entah bagaimana mekanismenya. Sedangkan PT Petrogas Wira Jatim (PWJ) sudah tidak menjadi anak usaha dari PT Panca Wira Usaha (PWU). Nama Gunawan Hadi juga tidak terdengar lagi di PWJ, hampir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Dahlan Iskan sebagai Dirut PWU.

Setelah di PWJ, kabarnya Gunawan Hadi sempat menjadi konsultan bagi Kab. Blora, Provinsi Jawa Tengah, untuk kepemilikan Participating Interest (PI) di Blok Cepu, sebuah blok yang kini digarap Exxon Mobil. Sejumlah petinggi Pemprov Jatim mengatakan, Gunawan Hadi sebenarnya tidak memiliki background apapun terkait ilmu perminyakan. Hanya karena pengalamannya di PWJ bersama Dahlan Iskan itulah, dia lantas memahami banyak hal terkait perminyakan.

Pemenangan proyek tanpa tender dan beraroma kolusi, korupsi dan nepotisme itu pun sangat jelas merugikan keuangan negara. Pasalnya, hasil telaah Gaffney, Cline & Associates, konsultan independen dari Singapura soal proposal bisnis Geo Minergy (PT Geo Cepu Indonesia) versus proposal PT Pertamina EP, sungguh mencengangkan.

Proyeksi produktifitas empat sumur tua di Cepu yang dikuasai Geo Minergy bagai langit dan bumi. Geo Minergy memperkirakan hingga 2035 hanya mampu menghasilkan 18 juta stok tank barrel (mmstb). Adapun proposal PT Pertamina EP mampu memproduksi 73,57 juta stok tank barrel hingga tahun 2035.
Bila dikonversikan dengan harga minyak Indonesia (ICP) sebesar rata-rata US$109,25 per barel, total pendapatannya pun beda jauh. Geo Minergy hanya memproyeksikan pendapatan US$1,96 miliar atau Rp21,6 triliun, sedangkan PT PEP bisa menghasilkan US$8 miliar atau setara Rp92 triliun.

Alhasil, surat sakti Dahlan Iskan kepada CEO PT Pertamina Karen Agustiawan yang merekomendir Geo Minergy sebagai mitra KSO Pertamina berpotensi merugikan negara setidaknya Rp39,8 triliun (hak pemerintah 60% dari Rp 92 triliun minus Rp21,6 triliun). (sumber:TIMGNEWS/JKST/TOM/ADE)