Oleh Ferdinand Hutahaean
Kalender 2017 yang baru berjalan memasuki minggu kedua semakin disesaki banyak isu-isu yang berkeliaran. Tidak tanggung-tanggung sejak 2017 memulai hitungan harinya, banyak sekali isu yang dilempar ketengah publik dan mengalahkan isu yang sedang panas beberapa bulan terakhir yaitu tentang Ahok dan Pilkada DKI.
Kasus penistaan agama yang menjadikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sang Gubernur DKI Non Aktif yang selama ini berada diurutan paling atas tiba-tiba tertelan isunya oleh gempuran deras karya pemerintah pimpinan Presiden Jokowi yaitu Kenaikan BBM, Pencabutan Subsidi Listrik, Kenaikan harga Cabe dan teranyar plus terkonyol adalah kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB yang dipertanyakan oleh Jokowi.
Padahal dasar kenaikan itu adalah Peraturan Pemerintah yang di tanda tangani oleh Jokowi sebagai presiden. Aneh bin ajaib, presiden tiba-tiba tidak tahu apa yang ditanda tanganinya. Dan ini bukanlah kejadian yang pertama, presiden mempertanyakan kebijakannya sendiri.
Alhasil publik langsung ramai memperbincangkan hal tersebut dan mediapun menempatkan kegaduhan itu sebagai top news atau berita tertinggi ratingnya karena memang melibatkan publik yang tidak sedikit. Ratusan juta masyarakat larut dalam hiruk pikuk isu-isu tersebut dan berhasil menenggelamkan topik terhangat yaitu kekalahan Ahok yang sudah didepan mata dan penjara yang menantinya atas dakwaan menista agama Islam.
Apakah memang berbagai macam isu tersebut sengaja diproduksi oleh penguasa menggunakan instrumen-instrumen kekuasaan sebagai pengalihan isu? Kita tidak tahu, namun kita boleh saja berandai-andai dan menduga-duga didalam hati. Karena dugaan-dugaan yang disampaikan kepublik bisa berakibat fatal oleh tidakan represif rejim Jokowi menggunakan penegak hukum untuk membungkam semua pemikiran kritis.
Terlepas dari bahwa itu adalah isu ciptaan yang diciptakan oleh siapapun, kita tidak boleh lengah dan kemudian larut melebur dalam isu tersebut. Direpublik ini semua bisa terjadi. Yang aneh bisa jadi wajar dan yang wajar bisa menjadi aneh. Lihat tentang kenaikan biaya administrasi STNK dan BPKB, tidak ada yang mengaku dan semua lempar tanggung jawab. *Maka tidak perlu heran jika cuma sekedar menciptakan isu, banyak siluman yang bekerja. *
Publik jangan lalai dan melupakan Pilkada DKI Jakarta. Kekalahan Ahok yang sudah didepan mata tentu akan direaksi pendukungnya dengan berbagai macam cara. Ahok dengan dukungan kekuasaan tentu tidak akan tinggal diam dengan situasi realitas dilapangan yang menempatkan AHY sebagai kandidat yang akan memenangi Pilkada DKI Jakarta. Ada beberapa alasan yang menjadi pembenaran bahwa segala cara akan ditempuh. Pertama, Ahok tidak boleh kalah karena akan mengancam eksistensi penguasa dan kedua, kemenangan AHY dianggab sebagai ancaman kursi kekuasaan 2019. Dua hal ini tentu menjadi alasan utama bagi penghalalan segala cara termasuk berlaku curang. Teorinya sangat mudah, karena hanya yang sedang berkuasalah yang paling berpotensi bisa berlaku curang karena memegang kendali atas sistem Pilkada.
Atas semua itu, patutlah kita mewaspadai bahwa patut diduga sedang terjadi penciptaan ruang waktu bagi para siluman untuk mengerjakan dan menciptakan sebuah kecurangan untuk menang.
Publik harus mewaspadai segala proses Pilkada. Publik Jakarta yang memang menginginkan Gubernur baru harus menutup ruang dan waktu bagi segala upaya-upaya kecurangan. Jangan larut dengan isu-isu sempit karena dengan begitulah para pelaku curang itu mampu mengerjakan kecurangannya.
Waspadalah… karena Pilkada ini akan menentukan nasib bangsa kedepan.
Jakarta, 08 Januari 2017