EDITORIAL JAKARTASATU.COM: UGM, JANGAN MAIN API DENGAN KEBENARAN

MENARIK ada pernyataan dari Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadja Mada (UGM), yang menyebut bahwa “ijazah Jokowi pernah ada, namun kini tidak lagi tersimpan di arsip kampus.” Pernyataan ini mengejutkan dan berbahaya.

UGM adalah universitas besar, dan jika ijazah presiden bisa hilang dari arsip, ini bukan persoalan teknis biasa—ini adalah skandal serius yang mengancam kepercayaan publik terhadap dunia akademik dan hukum.

Kami melihat ini jadi kisah makin panjang. Jika puublik terus bertanya:

Kenapa ijazah bisa hilang? Kenapa semua bukti akademik Presiden tidak bisa dibuka secara transparan?

Sebagai kampus, UGM seharusnya bicara berdasarkan data, bukan opini. Yang dibutuhkan masyarakat bukan pembelaan, tapi bukti nyata.

Seorang mahasiswa S1 tidak mungkin bisa lulus tanpa proses. Ada tambahan lainnya jika hanya begitu lantas arah menuju ke dan Di mana data lain  seperti adanya Bukti pembayaran SPP? Data registrasi per semester?  Surat Keputusan dosen pembimbing akademik?  Data mata kuliah dan dosen pengampu? ada juga mungkin Transkrip nilai semester dan akhir? Lalu Naskah skripsi? Ada juga Surat kelulusan? bahkan Data wisuda? Dan yang  tentunya ada fotokopi ijazah asli  itu sendiri? Semua itu harusnya ada.

Harusnya bisa dibuka. Harusnya bisa diverifikasi. Yang lebih memprihatinkan, yang saat Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) dijadwalkan akan datang ke UGM pada 15 April 2025  (pekan ini) untuk meminta kejelasan, kampus justru membatasi: Dimana Pertemuan diwkatu hanya 1 jam dan Hanya 5 orang boleh hadir Bahkan Tempat dialihkan ke ruang sempit di Fakultas Kehutanan. Bahkan Rektor tidak hadir, digantikan wakil rektor  bidang kemahasiswaan.

Ini mengundang tanda tanya besar: APA YANG SEDANG DITUTUPI?

UGM harus sadar: reputasi institusi akademik bisa runtuh bukan karena serangan luar, tapi karena ketakutan internal untuk membela kebenaran. Kami melihat ini dunia pendidikan ini bukan ini bukan soal politik. Ini soal integritas dan transparansi lembaga tinggi dunia akademik.

Jika seorang presiden tidak bisa dibuktikan keabsahan ijazahnya, maka kepercayaan rakyat pada hukum dan pendidikan ikut hancur.

UGM, jangan main api dengan kebenaran. Jangan korbankan nama besar kampus demi kenyamanan politik. Jika UGM masih punya nyali akademik, tunjukkan semua data dengan jujur. Karena ketika kampus mulai bungkam, media independen ( medsos) seperti saat ini makin akan banyak bersuara bahkan lebih keras.

Seorang Alumni UGM dan juga Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Prof. Amien Rais, bahkan melontarkan kritik tajam terhadap mantan bekas Joko Widodo.

Pernyataan teranyar di media sosial, Amien menyebut Jokowi berpotensi dijerat hukuman penjara selama enam tahun apabila benar terbukti menggunakan ijazah palsu dari Program Studi Teknologi Kayu, Fakultas Kehutanan UGM. “Saya sarankan Pak Joko Widodo berhenti menghindar dan hadapi kenyataan dari perbuatannya sendiri,” ujar Amien dalam unggahan  medssonya tersebut.

Sebelumnya, akademisi senior UGM, Prof. Mohammad Naiem memastikan bahwa, tidak ada Program Studi Teknologi Kayu selama UGM berdiri. Amien menambahkan bahwa gugatan hukum dari sejumlah tokoh, seperti Roy Suryo, serta ahli digital forensik Rismon Sianipar, TPUA ada Dr Eggy Sujana, Rizal Fadillah, dll memperkuat kecurigaan publik atas keaslian ijazah Jokowi.

Dalam penjelasannya, Amien mengingatkan pemalsuan ijazah adalah tindak pidana yang memiliki konsekuensi hukum serius berdasarkan KUHP maupun UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Rincian aturan hukum terkait pemalsuan ijazah: Pasal 263 KUHP: Mengatur tentang pemalsuan surat, termasuk dokumen akademik, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara. Ada juga  Pasal 263 ayat (2) KUHP: Menyasar mereka yang dengan sengaja menggunakan surat atau ijazah palsu. Dan  Pasal 69 UU No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas): Menyebutkan bahwa penggunaan ijazah palsu dapat dihukum penjara hingga lima tahun dan/atau denda maksimal Rp 500 juta.

Salah satu akun X (dulu Twitter) @DokterTifa bahkan menyebutnya sebagai “kebohongan yang melibatkan institusi besar seperti UGM”. Ia juga membagikan data lengkap soal struktur jurusan di Fakultas Kehutanan, sekaligus mempertanyakan keabsahan klaim pendidikan Jokowi.

Aktivis Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M.Sc., Lic. Eng., Ph.D., bahkan sampaikan sikap tegas terkait polemik dugaan pemalsuan ijazah S1 Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menegaskan bahwa UGM tidak perlu ikut campur atau terlalu jauh memberikan klarifikasi ke publik yang justru bisa menimbulkan blunder.

“UGM bukan begundalnya Jokowi,” tegas Bagas Pujilaksono dalam pernyataan kepada wartawan, Ahad (13/4/2025)

Menurutnya, pernyataan-pernyataan petinggi UGM yang beredar di media terkesan membela Jokowi dan justru bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik. Ia meminta agar UGM bersikap profesional dan netral.

“Soal dugaan pemalsuan ijazah, itu urusan aparat penegak hukum dan Jokowi sendiri. UGM cukup memberikan dokumen akademik jika diminta oleh aparat atau pengadilan, bukan diumbar di ruang-ruang publik,” paparnya.

Soal Media di Indonesia yang utama nampaknya masih banyak yang diam dan tak ada niat untuk investigasi. Tapi juga masih adalah yang ingin membela suara rakyat media yang dan tak bisa dibeli, halloo.. Kebebasan Pers? Tabik. (jaksat/ed)